Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusdatin dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, terjadi akibat fenomena alam dan ulah tangan manusia.

"Ini adalah potret kondisi saat ini, jadi ini pegunungan Cycloop atau masyarakat sekitar mengenal Robhong Holo. Ini cagar alam," kata Sutopo dalam jumpa persnya di Graha BNPB, Jakarta, Senin.

Secara kronologi, dia mengatakan kawasan Sentani diguyur curah hujan skala ekstrem mencapai 248,5 mm selama tujuh hari berturut-turut sebelum banjir bandang terjadi.

Curah hujan esktrem itu setara dengan satu bulan hujan dalam keadaan normal.

Dengan paparan hujan yang sangat intensif, dia mengatakan debit air secara berangsur mengikis bebatuan di hulu sungai kawasan Gunung Cycloop yang bersifat remah atau mudah erosi.

Dengan begitu, terjadi longsor yang menutupi aliran sungai yang kemungkinan menghambat aliran air sungai dan menjadi bendungan kecil secara alami.

Pada waktunya, bendungan alami itu ambrol dan debit air terlalu besar sehingga menerjang kawasan di sekitarnya, termasuk area permukiman.

Selanjutnya, kata dia, terdapat faktor ulah tangan manusia yang memicu terjadinya banjir bandang tersebut.

Kawasan Gunung Cycloop, kata dia, merupakan area cagar alam yang sejak 2003 justru dirusak tangan manusia.

Perambahan cagar alam, kata dia, dilakukan 43.030 orang atau 753 kepala keluarga sejak 2003.

"Penebangan pohon untuk membuka perumahan dan kebutuhan kayu juga marak terjadi seluas 2.415 hektare. Ada juga tambang galian tipe C," kata dia.

BNPB memperbarui informasi mengenai jumlah korban banjir bandang Sentani ditemukan menjadi 79 orang meninggal.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019