Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyebutkan komoditas rempah menjadi peluang Indonesia untuk menyasar pasar ekspor baru yang bukan  arus utama (mainstream) dalam mendukung ekonomi.

"Jalur rempah ini selaras dengan keinginan Bapak Presiden yaitu ingin mencari pasar non-'mainstream', salah satu yang diharapkan adalah Afrika," kata Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Bidang Sosio-Antropologi, Tukul Rameyo Adi di acara International Forum on Spice Route (IFSR) Jakarta, Selasa.

Menurut Tukul, Afrika ke depan akan dijadikan aliansi perdagangan rempah seperti halnya yang terjadi di masa lampau.

"Jadi jalur rempah bisa menjadi besar lagi dan dijadikan sebagai platform aliansi ekonomi seperti yang dilakukan Tiongkok melalui jalur sutera," tuturnya.

Tukul menuturkan aliansi perdagangan rempah dengan Afrika telah diinisiasi dalam Indonesia-Afrika Forum yang digelar 2018 lalu. Dalam forum ekonomi itu, diusulkan agar jalur rempah yang telah mengakrabkan Indonesia dan Afrika bisa kembali diangkat dalam koridor ekonomi.

Diharapkan aliansi perdagangan dengan Afrika dapat membuat komoditas rempah tidak hanya sekadar untuk kepentingan jual beli tetapi bisa mendorong inovasi dan membangkitkan budaya maritim Nusantara.

"Dulu kita berdagang, kita punya budaya rempah. Tapi harus diakui setelah 350 tahun lebih, rempah hanya jadi komoditas jual beli bukan budaya lagi. Ini yang mau kita bangkitkan," katanya.

Pembina Yayasan Negeri Rempah Bram Kushardjanto menegaskan Indonesia punya potensi besar untuk kembali berjaya dengan rempah.

"Kita masih yang terbesar sampai saat ini. Masalah penjualan saja yang harus lewat Vietnam atau India, tapi kita tetap produsen terbesar (di dunia)," katanya.

Komoditas unggulan Indonesia diantaranya cengkeh, pala, kayu manis hingga kayu aromatik seperti gaharu, gambir, cendana dan kemenyan.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019