Jakarta (ANTARA) - Otoritas Selandia Baru masih menyelidiki kemungkinan tersangka lain yang terlibat dalam aksi teror di dua masjid di Kota Christchurch, setelah menangkap pria berkewarganegaraan Australia yang melakukan penembakan massal tersebut.

Brenton Tarrant (28) diketahui melakukan aksinya sendiri dengan menggunakan lima senjata api untuk menyerang Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di Kota Christchurch. Insiden berdarah ini mengakibatkan 50 korban meninggal dunia dan 20 orang lainnya terluka.

“Secara pribadi saya melihat pelaku melakukan setiap aksinya sendiri, dan sangat sulit bagi kami untuk mencari tahu bagaimana dia melakukan hal itu,” kata Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters usai pertemuan bilateral dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla di sela-sela Dialog Tingkat Tinggi tentang Kerja Sama Indo-Pasifik di Jakarta, Rabu.

Otoritas Selandia Baru, menurut Peters, berharap dapat menemukan orang-orang yang mungkin bekerjasama dengan Tarrant dalam pengungkapan kasus ini.

Orang-orang tersebut, ia melanjutkan, bisa saja ikut mendukung aksi Tarrant yang sejauh ini diketahui dilatarbelakangi prinsip supremasi kulit putih (white supremacy).

“Bukan berarti orang-orang itu tidak memiliki pemikiran yang sama dengannya---idiot, dan pengecut,” tutur Peters.

Peters menggambarkan peristiwa penembakan yang terjadi pada 15 Maret lalu sebagai pukulan bagi negaranya.

Sebagai tanggapan atas serangan tersebut, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern telah menyatakan akan mengubah aturan kepemilikan senjata bagi warga sipil.

Perubahan aturan tersebut, menurut Peters, akan dibahas dalam parlemen Selandia Baru segera setelah seluruh korban tewas dimakamkan dan korban terluka pulih seperti sedia kala. ***2*** 
Baca juga: Menlu Selandia Baru sampaikan belasungkawa bagi WNI korban penembakan
Baca juga: Menhan imbau masyarakat tidak terpancing teror Selandia Baru
Baca juga: Dubes Australia sambangi MUI bahas penembakan Selandia Baru


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019