Tanjungpinang (ANTARA) - Sejumlah pengamat politik dari berbagai kampus berpendapat bahwa wajar beberapa anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau menggulirkan wacana hak interpelasi kepada Gubernur Nurdin Basirun terkait kasus pertambangan bauksit di Bintan.

"Anggota legislatif sudah tepat menggunakan hak interpelasi terkait kasus pertambangan bauksit di Bintan yang menjadi isu terhangat saat ini," kata pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Kota Tanjungpinang, Endri Sanopaka, di Tanjungpinang, Jumat.

Endri berpendapat justru kurang baik kalau hak yang dimiliki anggota legislatif itu tidak digunakan untuk mengungkap kasus pertambangan bauksit. Apalagi dalam rapat dengar pendapat yang dilaksanakan DPRD Kepri dengan Dinas Energi Sumber Daya Mineral baru-baru ini hanya berlangsung sebentar, tidak sampai sejam, sehingga hanya membuahkan sedikit informasi.

"Anggota legislatif 'kan diberikan hak istimewa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam melakukan pengawasan, salah satunya adalah Hak Interpelasi. Jadi menurut saya justeru hak itu memang harus diwujudkan oleh pihak DPRD dalam rangka menyikapi kebijakan Pemerintah Kepri yang di komandoi oleh Gubernur Nurdin Basirun yang paling mengemuka saat ini adalah masalah pertambangan," ujarnya, yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang itu.

Ia mengatakan semua anggota DPRD Kepri semestinya bersepakat untuk mendukung dan menggulirkan hak interpelasi tersebut karena gubernur terindikasi sudah melanggar sumpah jabatannya.

Sumpah tersebut berbunyi bahwa gubernur akan menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

"Selain itu coba kita lihat visi gubernur Provinsi Kepri yang sudah disahkan dalam bentuk perda juga menyebutkan bahwa gubernur komitmen untuk 'ramah lingkungan'. Tetapi kenyataannya aktivitas pertambangan bauksit memperlihatkan bahwa pemerintah provinsi tidak konsisten mewujudkan visi tersebut," ucapnya.

Dari permasalahan itu, menurut dia anggota DPRD Kepri sudah layak mengajukan hak interpelasi, yang digulirkan dan didukung oleh anggota DPRD Kepri yang merupakan representasi wakil rakyat.

"Rakyat menilai menjelang pemilu," tuturnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Bismar Ariyanto, mengatakan, kalau dianalisis dari ideal atau tidak idealnya, maka seharusnya partai politik mendukung anggota legislatif mengajukan hak interpelasi kepada gubernur.

Alasannya, sudah ada bukti awal pelanggaran administrasi perizinan, dibuktikan dengan pemberhentian dua kadis

"Ada potensi kerusakan lingkungan yang diakibatkan penambangan ini. Apakah persoalan ini hanya terkait dengan dua orang kadis ini atau tidak, harus dibuktikan, ditelusuri lebih dalam. DPRD Kepri memiliki kapasitas untuk mengungkapnya," katanya.

Alasan lainnya kenapa perlu hak interpelasi dipergunakan yakni ada potensi kerugian negara dari pertambangan ini.

"Apakah ada pihak-pihak tertentu yang mendapatkan keuntungan. Ini juga menarik untuk diselidiki," katanya.

Hak interpelasi yang dipergunakan diharapkan menjawab pertanyaan publik terkait permasalahan pertambangan bauksit di Bintan.

"Melalui hak yang mereka miliki agar persoalan ini terang benderang. Kemudian pemerintah daerah juga harus menunjukkan komitmen terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang bersih," katanya.

Namun hak interpelasi ini agak sulit terwujud mengingat pemilu sudah di depan mata. Apalagi sampai saat ini belum nampak secara kongkrit pengusulan hak interpelasi tersebut.

"Ini baru wacana yang disampaikan beberapa orang," katanya.

Wancana penggunaan hak interpelasi digulirkan Ing Iskandarsyah yang menjabat sebagai Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera - Persatuan Pembangunan, yang didukung Joko Nugroho, anggota Fraksi Demokrat. Wanaca itu muncul setelah rapat dengar pendapat dengan Dinas ESDM Kepri pada Rabu (20/3).***2***

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019