Tanjungpinang (ANTARA) - Pertambangan bauksit di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau tidak terhentikan, meski sudah ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Setelah izin kuota ekspor bauksit sebanyak 1,6 juta ton yang diberikan kepada PT Gunung Bintan Abadi berakhir pada 19 Maret 2019, kini muncul PT Telaga Air Berani (TAB). PT TAB juga mendapat izin kuota ekspor bauksit sebanyak 450.000 ton dari Ditjen Perdagangan Luar Negeri.

"Ya benar (PT TAB dapat kuota ekspor bauksit 450.000 ton)," kata Kepala Seksi Pengusahaan Mineral Dinas ESDM Kepri, Masiswanto baru-baru ini.

Menurut dia, izin itu diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan pada Oktober 2018. "Berlaku selama setahun," ujarnya.

Berdasarkan penelusuran Antara, pola yang dibangun PT TAB hampir sama seperti PT GBA. Perusahaan yang dikabarkan akan membangun "smelter" di Kabupaten Karimun itu membeli batu bauksit dari perusahaan lainnya untuk dijual ke China.

Sejumlah perusahaan yang tidak sempat menjual bauksit kepada PT GBA menawarkan kepada PT TAB. Selain itu, aktivitas pertambangan bauksit masih terjadi di sejumlah pulau seperti Pulau Dendang, Pulau Angkut, dan Telang Kecil, Kabupaten Bintan.

Truk dengan kapasitas 8 kubik lalu-lalang di Pulau Angkut dan Pulau Dendang. Bumi di pulau itu tampak kuning, digerogoti alat berat.

Bahkan sejak beberapa hari lalu ada sejumlah kapal tongkang di Pulau Dendang dan Pulau Angkut. Kapal induk yang membawa bauksit itu ke China.

Perusahaan yang diduga menjual bauksit tersebut yakni CV Gunung Lengkuas Indah dan CV Buana Sinar Khatulistiwa. Kedua perusahaan itu bukan perusahaan pertambangan. CV Gunung Lengkuas Indah, contohnya, mengajukan izin untuk pertanian buah-buahan di Pulau Angkut.

Pertambangan bauksit dengan modus melakukan kegiatan lain, salah satunya terbongkar di Kelurahan Tembeling, persis di depan Mapolsek Teluk Bintan. CV Buana Sinar Khatulistiwa mengajukan izin untuk pembangunan panggung di atas lahan Pemkab Bintan. Namun yang dilakukan mengeksploitasi lahan bauksit tersebut sebelum izin pengangkutan dan penjualan dikeluarkan Dinas PTSP Kepri berdasarkan rekomendasi Dinas ESDM Kepri. Setelah bauksit dijual kepada PT GBA, panggung pun sampai sekarang belum dibangun, sementara lahan dalam kondisi rusak parah.

Di lokasi yang berdekatan dengan perusahaan itu, seorang pengusaha, Amin juga melakukan pertambangan dengan modus membangun kolam ikan  sehingga sekarang kondisi lahan rusak parah.

Dinas ESDM dan Dinas PTSP Kepri dalam beberapa bulan terakhir mengeluarkan 19 izin angkut dan jual bauksit kepada perusahaan.

Perusahaan yang mendapat ijin dari Dinas ESDM Kepri yakni CV Buana Sinar Khatuliswa mendapat empat ijin, Koperasi HKTR Bintan, CV Sang He, CV Kuantan Indah Perdana, Badan Usaha Milik Desa Maritim Jaya, CV Cahaya Tauhid Alam Lestari, CV Gemilang Mandiri Sukses mendapat tiga ijin, CV Tan Maju Bersama mendapat dua ijin, CV Swakarya Mandiri, PT Zadya Putra Bintan, CV Hang Tuah, CV Bintan Jaya Sejahtera dan CV Martia Lestari.

Masiswanto menyatakan pihaknya sudah mencabut izin pengangkutan dan penjualan bauksit yang diberikan kepada Koperasi HKTR Bintan, CV Sang He, CV Kuantan Indah Perdana, Badan Usaha Milik Desa Maritim Jaya, CV Cahaya Tauhid Alam Lestari. Ijin tersebut dicabut setelah tim penegakan hukum menyegel lokasi pertambangan.

Pihak perusahaan dapat menjual bauksit di tingkat lokal, bukan untuk diekspor. Ia mengaku tidak mengetahui kalau batu bauksit itu dijual kepada PT GBA.

Perlakuan yang sama juga diberikan kepada PT TAB. Perusahaan ini tidak boleh membeli bauksit dari kegiatan pertambangan ilegal.

Data mengejutkan juga disampaikan Masiswanto bahwa sampai sekarang tidak ada pembangunan fasilitas pemurnian mineral di dalam negeri, yang seharusnya dibangun PT GBA di Tembeling.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Antara, PT TAB juga sampai sekarang belum terlihat fisik pembangunan "smelter" di Karimun.

"Lokasi pertambangan PT GBA itu di Tembeling. Berdasarkan dokumen perencanaan, smelter dibangun di Tembeling. Kami belum lihat fisiknya," tegasnya.

Periksa

Pertambangan bauksit pada sejumlah kawasan di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau tidak terhentikan, meski Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menyegelnya.

Tim Penegakan KLKH yang beberapa pekan lalu berada di Bintan menemukan aktivitas pertambangan bauksit di kawasan hutan di ulu Tanjung Elong, Buton dan Koyang. Selain menyegel sejumlah lokasi tambang di pulau-pulau itu, tim juga menyegel sejumlah lokasi pertambangan di daratan Bintan.

Mereka sampai sekarang belum menyelesaikan tugasnya, meski sudah gelar perkara di Pekanbaru.

"Kami mengatur strategi selanjutnya. Tim khusus sudah terbentuk. Kami tegaskan, kami memiliki komitmen untuk menuntaskan permasalahan ini," kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Penegakan Hukum KLHK, Sustyo Iriyono.

Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memeriksa belasan pejabat Dinas Energi Sumber Daya Mineral dan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Riau terkait tambang bauksit yang merusak hutan dan lingkungan di Kabupaten Bintan.

Kepala Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatra KLHK, Edward Hutapea, mengatakan, belasan pejabat di Pemkab Bintan juga diperiksa sejak empat hari lalu.

Sejauh ini, kata dia pejabat yang dipanggil untuk diperiksa cukup kooperatif. Sejumlah pejabat Pemkab Bintan dan Dinas ESDM Kepri memenuhi panggilan pertama untuk diperiksa sebagai saksi.

"Pemeriksaan masih terus berlanjut. Lama pemeriksaan tergantung pada kooperatif atau tidaknya para pihak yang terkait kasus bauksit di Bintan," ujarnya.

Edo, demikian sapaan akrabnya enggan membeberkan materi penyelidikan. Namun ia memastikan bahwa pemeriksaan para pejabat itu untuk melengkapi berkas penyelidikan sebelum diputuskan untuk tingkatkan menjadi penyidikan.

"Kami belum tetapkan tersangka. Bukti-bukti di lapangan sudah ada. Kami tinggal memeriksa para saksi," ucapnya.

Edo mengemukakan pemeriksaan akan dilanjutkan setelah seluruh pejabat di Pemkab Bintan dan Pemprov Kepri terkait kasus itu diperiksa. Pemeriksaan dilanjutkan terhadap para pengusaha yang melakukan aktivitas pertambangan bauksit di daratan dan pulau-pulau di Bintan.

"Nanti satu persatu pengusaha yang melakukan pertambangan pada 19 lokasi di Bintan akan diperiksa," ucapnya.

Edo juga memperingatkan instansi terkait di daerah untuk menghentikan aktivitas pertambangan bauksit baik di daratan maupun di pulau-pulau di Bintan.

"Kami akan mengawasinya," tegasnya.

Ia mengatakan kasus pertambangan bauksit mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat, khususnya KLHK. Karena itu, penyidik KLHK akan bertindak tegas sesuai ketentuan yang berlaku.

"Setiap pelaku perusakan hutan dan lingkungan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," katanya.

Hak Interpelasi

Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera - Persatuan Pembangunan DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Ing Iskandarsyah mengusulkan penggunaan hak interpelasi untuk mendalami kasus pertambangan bauksit di Kabupaten Bintan.

Usulan itu disampaikannya kepada sejumlah jurnalis seusai rapat dengar pendapat dengan Dinas ESDM Kepri di ruang Komisi II DPRD Kepri, dua hari lalu.

Iskandar menduga kebijakan Dinas ESDM Kepri dan Dinas PTSP Kepri atas nama Gubernur Nurdin Basirun menimbulkan permasalahan dalam pertambangan bauksit sehingga merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi di lokasi pertambangan menimbulkan kerugian negara dan masyarakat.

"Saya akan inisiasi agar DPRD Kepri menggunakan hak interpelasi sehingga permasalahan pertambangan yang saat ini ditangani KPK dan KLHK semakin terbuka," tegasnya.

Selain itu, kata dia alasan untuk menginterpelasi Gubernur Nurdin Basirun terkait permasalahan perizinan pertambangan bauksit tahun 2017 yang diberikan kepada sejumlah perusahaan, menyebabkan Amjon dikenakan sanksi melepaskan jabatan sebagai Kadis ESDM Kepri. Kadis PTSP Kepri Azman Taufik, yang saat ini menjabat sebagai Kadis Kebudayaan Kepri juga dikenakan sanksi yang sama.

"Dua kadis dikenakan sanksi lepas jabatan berdasarkan rekomendasi Kemendagri itu bukan hal yang biasa," ujarnya.

Permasalahan pertambangan bauksit di Bintan, menurut dia seperti benang kusut, yang harus diurai sehingga diketahui siapa saja yang terlibat dalam lingkaran itu. Hasil rapat dengar pendapat yang berlangsung tidak sampai sejam hari ini juga tidak membuahkan hasil yang positif.

Sejumlah pertanyaan Iskandar dalam rapat tersebut juga tidak dijawab oleh Pelaksana Tugas Kadis ESDM Kepri, Hendri Kurniadi, seperti mengapa sampai sekarang masih ada pertambangan bauksit, dan mengapa angkut dan jual bauksit diterbitkan untuk perusahaan yang bukan bergerak di bidang pertambangan.

"Dari informasi yang berkembang ada 19 izin yang dikeluarkan untuk sejumlah perusahaan yang akan membangun kolam ikan, pergudangan, tempat wisata, pertanian dan taman. Kami tidak melihat ada kolam ikan, pergudangan, tempat wisata dan taman, melainkan lokasi yang ditambang dan diangkut bauksitnya," tuturnya.

Wacana untuk menginterpelasi Gubernur Nurdin Basirun semakin mengemuka di DPRD Kepri setelah Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera, Ing Iskandarsyah menggulirkannya baru-baru ini.

Anggota Fraksi Hati Nurani Rakyat DPRD Kepri, Rudy Chua, meyakini penggunaan hak interpelasi terkait kasus pertambangan di Bintan mendapat dukungan dari anggota legislatif, meski sebagian dari mereka cenderung menginginkan menunggu hasil penyelidikan KPK.

"Bagi saya tidak ada persoalan hak interpelasi dipergunakan, meski KPK mengusut kasus itu. DPRD Kepri juga perlu mengetahui permasalahan itu," ucapnya.

Hasil rapat dengar pendapat antara DPRD Kepri dengan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral, misalnya tidak membuahkan hasil yang signifikan. Kesan yang muncul justru ada yang disembunyikan dinas tersebut.

Selain permasalahan itu, lanjutnya Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepri juga tidak diundang dalam rapat tersebut.

"Seharusnya ada dokumen yang dibawa, kemudian dijelaskan duduk permasalahannya. Ini yang didapat, informasi yang dibutuhkan tersumbat," katanya.

Rudy menjelaskan penggunaan hak interpelasi atau hak bertanya, menurut dia bukan hal yang luar biasa, kecuali hasil rekomendasi ditingkatkan menjadi hak angket.

Hak interpelasi, kata dia tidak membutuhkan waktu yang lama, bisa dua bulan atau tiga bulan dituntaskan sehingga tidak berpengaruh dengan Pemilu 2019. Jika hingga masa tugas anggota DPRD Kepri berakhir hak interpelasi itu belum tuntas, maka dapat dilanjutkan oleh anggota legislatif terpilih.

"Kami ingin permasalahan ini terbuka jelas, bukan untuk mencari kesalahan, tetapi memperbaiki sistem dan pelaksanaannya," tegasnya, yang jiga anggota Komisi II DPRD Kepri.

Anggota DPRD Kepri dari Partai Gerindra, Ririn Warsiti, mendukung penggunaan hak interpelasi. Ia juga yakin dua anggota legislatif dari Gerindra lainnya mendukung penggunaan hak interpelasi tersebut.

Ririn menegaskan permasalahan yang ingin diketahuinya terkait 19 izin angkut dan izin jual yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan PTSP berdasarkan rekomendasi Dinas ESDM.

"Apakah mereka bekerja atas inisiatif sendiri atau ada perintah? Yang pasti izin angkut dan jual itu berdasarkan surat keputusan gubernur. Gubernur harus mengklarifikasi permasalahan ini," tegasnya.

Baca juga: Mendorong negara berantas pertambangan bauksit ilegal

Baca juga: Menelusuri pelaku pertambangan bauksit ilegal di Bintan

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019