Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih mengingatkan adanya potensi kerawanan dari rencana impor 100.000 ribu ton bawang putih karena Bulog memiliki keterbatasan dana untuk melaksanakan penugasan tersebut.

Lana dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan keterbatasan dana itu dapat membuat Bulog menjual hak impor kepada importir lain untuk memperoleh keuntungan.

"Dalam hal mungkin hak impornya itu dijual ke orang lain, kemudian dihargai mahal untuk mengambil keuntungan itu. Itu ada potensi," katanya.

Lana menegaskan akan lebih baik bagi Bulog melaksanakan peran sebagai evaluator, bukan pelaku impor langsung, untuk menekan ruang penyelewengan penjualan hak impor kepada pihak ketiga.

Selain itu, pengajar FE Universitas Indonesia ini, menyarankan agar pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi atas komoditas pertanian, agar harga jual tidak meningkat tajam.

Dalam kesempatan terpisah, ekonom senior Indef Didik Rachbini mengatakan keterbatasan dana tersebut bisa membuat Bulog meminta bantuan swasta untuk melakukan impor bawang putih.

"Kalau Bulog tidak punya dana, dia mengambil swasta. Berbagi untung dengan swasta. Itu sama dengan monopoli," ujarnya.

Didik mengakui bahwa saat ini impor bawang putih diperlukan mengingat tidak cukupnya suplai dari para petani lokal.

Namun, menurut dia, akan lebih baik apabila impor untuk komoditas ini dibiarkan berjalan bebas, tanpa ada proses penunjukan.

Didik menyarankan agar Bulog tetap berperan atas stabilisator harga pangan yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat seperti beras

Sebelumnya, Bulog menyatakan siap melaksanakan penugasan impor bawang putih dengan menyiapkan anggaran sekitar Rp500 miliar.

Baca juga: KPPU : Ada indikasi persaingan tidak sehat rencana impor bawang putih
Baca juga: Bulog siapkan anggaran impor bawang putih Rp500 miliar

Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019