Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan sosialisasi tata kelola pemerintahan yang berintegritas di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Selasa.

"Acara ini merupakan bagian dari rangkaian acara "workshop" optimalisasi sumber daya manusia berbasis "good governance" untuk peningkatan kesejahteraan daerah yang di hari pertama dilaksanakan di Universitas Paramadina Jakarta, Senin (25/3)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta.

Melalui kegiatan ini, kata dia, KPK mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel untuk meningkatkan kesejahteraan daerah.

"Sebanyak 136 peserta dari perwakilan daerah yang terdiri dari bupati, wali kota, sekda, asisten daerah, dan kepala dinas dari sejumlah daerah di Indonesia mengikuti rangkaian kegiatan "workshop" di Jakarta.

Adapun rangkaian acara pada Selasa ini adalah berbagi mengenai survei penilaian integritas, kolaborasi "Civil Society Organization" (CSO) dan kepala daerah untuk pencegahan korupsi, pendampingan pemerintah daerah oleh Transparancy International Indonesia, pemanfaatan media untuk meningkatkan integritas publik, sosialisasi program pencegahan korupsi di daerah oleh KPK, dan sosialisasi gratifikasi oleh KPK.

"Program ini merupakan upaya pencegahan korupsi oleh KPK berupa pembekalan kepala daerah terpilih beserta jajaran untuk mewujudkan "good governance" dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah," ucap Febri.

Diharapkan pada tahap awal, kata dia, setidaknya para kepala daerah dan unsur pejabat tinggi di pemerintah daerah ini dapat memahami prinsip-prinsip dasar tentang integritas dan tindak pidana korupsi.

"Sehingga dapat membedakan kapan menjadi pihak swasta dan apa saja batasan-batasan ketika menjadi penyelenggara negara. Batasan antara kepentingan atau urusan pribadi dengan urusan dinas adalah hal mendasar dalam pemahaman korupsi, khususnya terkait konflik kepentingan," kata dia.

Oleh karena itu, KPK mengharapkan ke depan tidak ada alasan lagi melakukan korupsi karena tidak tahu atau karena dianggap biasa karena sebelumnya saat belum menjadi penyelenggara negara biasa menerima dari pihak-pihak lain.

"Misalnya "fee" untuk makelar tanah mungkin saja biasa diterima, namun dapat menjadi suap atau gratifikasi jika yang menerima pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Febri.

Oleh Benardy Ferdiansyah

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019