Yogyakarta (ANTARA) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan Gunung Merapi yang terletak di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta meluncurkan awan panas guguran pada Rabu pagi, dengan jarak luncuran 1.500 meter.

Melalui akun Twitter BPPTKG yang dipantau di Yogyakarta, luncuran awan panas guguran itu terjadi pada Rabu, pukul 04.23 WIB, dengan durasi 150 detik mengarah ke Kali Gendol.

Berdasarkan pengamatan BPPTKG sejak pukul 00.00 hingga 06.00 WIB, selain awan panas guguran juga teramati dua kali guguran lava pijar ke hulu Kali Gendol dengan jarak luncur 750-900 meter.

Pada periode itu, asap kawah tidak teramati. Cuaca di gunung itu berawan dan mendung. Angin bertiup lemah ke arah barat dengan suhu udara 18,2-21,4 derajat Celsius, kelembaban udara 69-97 persen, dan tekanan udara 569.3-710.2 mmHg.

Selain itu, terekam satu kali gempa awan panas dengan amplitudo 55 mm selama 150.5 detik, 11 kali gempa guguran dengan amplitudo 2-25 mm selama 15.8-93.3 detik, satu kali gempa embusan dengan amplitudo 6 mm selama 24.4 detik, satu kali gempa frekuensi rendah dengan amplitudo 4 mm selama 21.5 detik, dan dua kali gempa fase banyak dengan amplitudo 2-4 mm selama 6.5-7.9 detik.

Hingga saat ini BPPTKG mempertahankan status Gunung Merapi pada Level II atau waspada dan untuk sementara tidak merekomendasikan kegiatan pendakian kecuali untuk kepentingan penyelidikan dan penelitian yang berkaitan dengan mitigasi bencana.

BPPTKG mengimbau warga tidak melakukan aktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Sehubungan dengan kejadian guguran awan panas yang jarak luncurnya semakin jauh, BPPTKG mengimbau warga yang tinggal di kawasan alur Kali Gendol meningkatkan kewaspadaan.

Masyarakat juga diminta tidak terpancing isu-isu mengenai erupsi Gunung Merapi yang tidak jelas sumbernya dan tetap mengikuti arahan aparat pemerintah daerah atau menanyakan langsung ke Pos Pengamatan Gunung Merapi, media sosial BPPTKG, atau kantor BPPTKG.
 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019