Jakarta (ANTARA) - Pemimpin redaksi Jurnal Perempuan sekaligus pegiat kesetaraan gender Anita Dhewy mengatakan gerakan perempuan pasca-reformasi telah merambah ranah pembuatan kebijakan.

"Gerakan politik perempuan mengusung agenda mendorong terwujudnya keadilan yang mengarah pada perubahan sosial, tananan sosial baik formal dan informal," kata dia saat peluncuran Jurnal Perempuan edisi 100 di Jakarta, Rabu.

Beberapa hal yang telah dicapai adalah adanya kebijakan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen bagi pencalonan perempuan dalam pemilu legislatif serta disahkannya UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga).

Dia mengatakan disahkannya UU NO.23 Tahun 2004 tentang PKDRT membuat urusan rumah tangga yang dianggap privat sehingga negara tidak berwenang ikut campur, kini hadir untuk melindungi perempuan.

Anita Dhewy mengatakan gagasan untuk mendorong UU PKDRT sudah terjadi sejak 1997, sebab Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) menemukan angka kekerasan di dalam rumah tangga semakin meningkat.

Hal tersebut mendorong gerakan perempuan sepakat untuk meredam kekerasan terhadap perempuan, dari seluruh proses loka karya, konsultasi maka disepakati perlu adanya undang-undang tersebut.

Sejak itu gerakan perempuan menggalang kekuatan bersama-sama untuk disahkannya UU PKDRT. DPR juga dilibatkan untuk mendorong pengesahan UU PKDRT tersebut, pada 2003 undang-undang tersebut menjadi insiatif DPR.

Butuh sekitar satu tahun dilakukan pembahasan, baru pada menjelang kepemimpinan Presiden Megawati Sukarnoputri barulah UU PKDRT disahkan.

Kini organisasi perempuan terus bermunculan untuk menyarankan dan membela kepentingan perempuan di berbagai bidang, mulai dari poltik anggaran, kesehatan, lingkungan, pendidikan dan lainnya.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019