Jakarta (ANTARA) - Perjanjian Kesepakatan Kemitraan Sukarela Penegakan Hukum, Tata Kelola, dan Perdagangan Produk Kehutanan (FLEGT-VPA) antara Indonesia dan Inggris, yang akan segera ditandatangani pemerintah kedua negara, diciptakan untuk mengantisipasi dampak Brexit.

Penandatanganan FLEGT-VPA dijadwalkan dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik, di Jakarta, Jumat (29/3).

Format perjanjian itu serupa dengan perjanjian FLEGT-VPA Indonesia-Uni Eropa, yang sebelumnya disepakati pada 2016, untuk mempromosikan produksi dan perdagangan kayu sesuai prinsip-prinsip keberlanjutan.

“Karena sedang berlangsung proses Brexit, pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah antisipasi agar tidak ada hambatan dalam proses penyaluran kayu ke Inggris, jika negara tersebut keluar dari UE,” kata Direktur Eropa I Kementerian Luar Negeri RI Dino Kusnadi dalam press briefing di Jakarta, Kamis.

Perjanjian FLEGT Indonesia-Inggris juga menunjukkan komitmen Indonesia dalam upaya pelestarian lingkungan hidup dan kehutanan.

Mekanisme FLEGT disebut Dino sangat tegas dan prosedural untuk benar-benar memastikan bahwa kayu yang dipasarkan ke Eropa, termasuk Inggris, terdata dan diketahui jelas asal-usulnya, memiliki label ramah lingkungan dan tidak merusak hutan.

Pemberlakuan mekanisme FLEGT dianggap penting karena ekspor kayu Indonesia ke Inggris mencakup seperempat dari total ekspor ke seluruh Uni Eropa, dengan nilai ekspor mencapai 250 juta dolar AS.
 



Kesinambungan mekanisme tersebut juga penting bagi para pelaku bisnis agar kegiatan ekspor kayu mereka ke Inggris tidak terganggu.

“Karena kalau Inggris keluar dari UE tanpa ada perjanjian atau landasan hukum lain, maka proses ekspor akan terhenti karena harus mengikuti proses bea dan cukai yang baru,” tutur Dino.

Dari pandangan Indonesia, Brexit adalah bagian dari proses demokrasi Inggris yang harus dihormati.

Namun, perlu dipastikan bahwa proses Brexit tidak akan menghambat kerja sama perdagangan, terutama untuk komoditas perkayuan, antara kedua negara.

Mekanisme FLEGT merupakan proses yang sangat panjang dan telah dilakukan Indonesia sejak tahun 2000-an untuk menunjukkan bahwa Indonesia bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup dan pelestarian hutan, di tengah sorotan dunia mengenai bagaimana kayu-kayu yang diperjualbelikan menyebabkan penggundulan hutan.

Perjanjian itu bukan tanpa hambatan, kata Dino, karena meskipun Indonesia sudah menyediakan kayu yang legal dan bersertifikat, namun pada kenyataannya masih banyak kayu ilegal yang beredar di seluruh dunia.

“Oleh sebab itu, kami berharap dengan semakin luasnya pengakuan terhadap FLEGT, dunia dapat menghindari penggunaan kayu-kayu ilegal. Indonesia berharap mekanisme ini dapat menjadi patokan bagi perdagangan kayu dunia dan dapat diikuti oleh negara-negara lain di luar UE dan Inggris,” pungkasnya. ***2***

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019