Jakarta (ANTARA) - Tim Investigasi Kasus Nduga Papua merekomendasikan agar ada dialog lintas elemen untuk mengatasi bencana kemanusiaan bagi warga sipil di Nduga akibat kontak senjata antara TNI dengan kelompok kriminal bersenjata.

"Harus ada dialog agar persoalan bisa diselesaikan. Ini bukan soal isu kontak senjata saja, tapi ada hak-hak warga sipil," kata anggota Tim Investigasi kasus Nduga Papua, Pater John Djonga, dalam konferensi persnya di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan persoalan Papua tidak dapat diselesaikan melalui operasi militer. Untuk itu, tim investigasi mendesak agar pemerintah dan DPR mengutamakan pendekatan dialogis berbasis kemanusiaan bukan melalui militer.

Tim investigasi, kata dia, menemukan bahwa banyak warga sipil yang kini trauma akibat kontak senjata TNI dengan KKB dalam beberapa waktu terakhir buntut insiden penembakan mematikan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) tahun lalu yang menewaskan sejumlah korban.

Menurut John, warga Nduga yang tidak terlibat aksi ikut terdampak sehingga banyak yang mengungsi ke hutan dan kawasan lainnya guna menghindari dampak operasi militer.

"Hasil investigasi yang ditemukan memperlihatkan ibu-ibu melahirkan di hutan ketika mereka berada di pengungsian. Mereka juga sulit mengakses pertolongan medis," katanya.

Dampak lain yang dirasakan warga Nduga di saat ini, kata dia, adalah tidak dapat menjalani aktivitas seperti biasa termasuk beribadah.

"Pemerintah, LSM, TNI, Organisasi Papua Merdeka, masyarakat dan pihak terkait sebaiknya duduk bersama untuk bicara agar persoalan ini tidak membuat warga yang tidak terlibat KKB jadi korban," kata dia.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan pengungsi di Nduga membutuhkan respon cepat. Mereka adalah para korban sipil yang tidak terkait dengan kontak bersenjata.

Usman mengusulkan agar pemerintah merespon persoalan-persoalan tersebut dengan mengutamakan pendekatan hak asasi manusia daripada pendekatan keamanan terkait persoalan Nduga.

"Pengungsi yang jumlahnya besar butuh respon cepat. Ada anak-anak kesulitan menjalani hidup seperti semula, ibu melahirkan tidak dilengkapi penanganan dan fasilitas memadai. Artinya, ada korban sipil tidak terkait menjadi korban," katanya.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019