Jakarta (ANTARA News) - Transparency International Indonesia (TII) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih kepemimpinan kawasan dan memasukkan agenda anti korupsi dalam KTT ke-13 ASEAN November mendatang di Singapura. "Presiden perlu mengambil kepemimpinan regional, bukan hanya Indonesia, karena korupsi itu tidak bisa diberantas di satu negara, korupsi itu merupakan kerja sama regional, kerja sama internasional, mengglobal," kata Ketua Dewan Pengurus TII Todung Mulya Lubis di Kantor Presiden Jakarta, Senin petang, usai bertemu dengan Presiden Yudhoyono. Menurut Todung, Presiden Yudhoyono sangat mendukung usulan itu dan berjanji akan membawa isu tersebut dalam KTT 13 ASEAN di Singapura, 19-22 November mendatang. Todung juga mengatakan jika di Eropa ada konferensi OICD yang melarang korupsi maka hendaknya ASEAN juga memiliki ASEAN Convention Againts Corruption. "Itu tujuan akhirnya," katanya. Disebutkan pula Presiden sepenuhnya mendukung usaha itu dan meminta TII untuk membantu memberikan masukan atau bahkan draf awal konvensi anti korupsi ASEAN. "Masyarakat sipil juga diminta oleh presiden untuk mendukung konvensi PBB mengenai anti korupsi yang akan diadakan Januari di Bali 2008, dengan SDM yang ada kita akan dukung," ujarnya. Presiden, lanjutnya, juga menilai jika korupsi itu persoalan global dan tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang saja tetapi juga negara maju. "Banyak perusahaan multinasional yang juga melakukan korupsi. Mereka dilarang melakukan korupsi di negara mereka lalu melakukan korupsi di negara dunia ketiga seperti Indonesia, Nigeria, dan Kolumbia," katanya. Oleh karena itu, lanjutnya, TII mengimbau Presiden untuk memantau kerja sama itu serta mendorong supaya negara-negara maju melakukan pengawasan kepada perusahaan multi nasionalnya. "Jadi ini membutuhkan kerja sama yang konsisten dengan semua kepala negara dan juga dengan masyarakat sipil, dan ini tentunya membutuhkan komitmen politik dari presiden yang sangat kuat," katanya. Todung menyebutkan bagaimana sejumlah negara maju di dunia menjadi surga bagi para koruptor negara dunia ketiga menyimpan uang haramnya. Menurut Todung, sekalipun tidak mudah, pelacakan aset negara yang dicuri dan disimpan di luar negeri diperlukan untuk memberantas korupsi. "Ada pengalaman yang berhasil di Nigeria, Filipina, Peru, banyak pengalaman yang membantu kita kalau kita sungguh-sungguh," ujarnya walaupun Filipina membutuhkan waktu 18 tahun untuk berhasil. Kendala dana yang dihadapi oleh sejumlah negara berkembang dalam pemulangan aset menurut Todung dapat diatasi dengan dana internasional. Menurut Todung, Presiden Yudhoyono juga menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk mengembalikan aset-aset yang dicuri di luar negeri. Ketika ditanya mengenai kasus dugaan korupsi mantan presiden Soeharto, Todung mengatakan, dalam pertemuan dengan Presiden Yudhoyono tidak dilakukan pembahasan kasus tertentu secara spesifik. Dalam pertemuan itu Presiden Yudhoyono didampingi oleh Jaksa Agung Hendarman Supanji, Kapolri Jenderal Sutanto, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pertahanan dan Jubir Presiden. Todung datang bersama Ketua TI Berlin Haguette Labelle dan Sekjen TII Rizal Malik. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007