Lembaga swadaya dan pihak swasta adalah pihak-pihak yang betul-betul terjun langsung dan memantau kondisi di lapangan. Mereka bukan hanya sekali atau dua kali, tapi terus-menerus secara berkelanjutan
Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, dalam rangka meningkatkan produksi kakao nasional perlu untuk lebih melibatkan sektor swasta terutama guna membahas permasalahan kakao nasional.

"Lembaga swadaya dan pihak swasta adalah pihak-pihak yang betul-betul terjun langsung dan memantau kondisi di lapangan. Mereka bukan hanya sekali atau dua kali, tapi terus-menerus secara berkelanjutan," kata Peneliti CIPS Mercyta Jorsvinna Glorya dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, berbagai pihak swasta tersebut dinilai tahu secara terperinci apa kendala petani setiap harinya, dan jika ada perubahan, baik itu harga global, atau standar kualitas global, mereka inilah yang akan lebih dahulu tahu.

Ia memaparkan, sejumlah metode seperti menjamin akses pasar, fermentasi dan adanya jaminan untuk meminjam modal usaha dari bank, adalah beberapa metode yang sangat bisa ditiru pemerintah untuk dijadikan kebijakan kakao nasional.

"Pemerintah harusnya bisa memberdayakan organisasi lebih sering lagi, sebagai forum untuk pemerintah dan sektor non-pemerintah bertukar ilmu dalam membahas permasalahan-permasalahan kakao nasional. Hal ini diperlukan agar pemerintah tahu detil tentang fakta apa yang terjadi di lapangan, sehingga solusi yang dicanangkan akan tepat sasaran," jelas Mercyta.

Ia juga berpendapat bahwa salah satu alasan mengapa rata-rata produktivitas petani kakao nasional sangat rendah bukan karena mereka tidak mengetahui teknik-teknik penanaman kakao yang baik.

Selain itu, ujar dia, para petani kakao juga merasa tidak punya dana yang cukup untuk memelihara tanaman kakao secara maksimal, ditambah pendapatan mereka dari menjual biji kakao kerap tidak menutup biaya produksi yang tinggi.

"Hal inilah yang menyebabkan mereka kurang termotivasi dan mengurus tanaman kakao mereka dengan metode seadanya," paparnya

Walaupun begitu, Mercyta mengatakan, pemerintah juga sudah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan produksi kakao nasional, seperti antara 2009 hingga 2013 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah mengucurkan dana Rp4 triliun untuk program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao).

Program pada era Presiden SBY tersebut dinilai berhasil memperluas total area perkebunan kakao sebesar 430.000 hektar.

Sedangkan di era Presiden Joko Widodo, Kementerian Pertanian membagikan 18,3 juta benih kakao dalam bentuk batang utama, memperluas lahan kakao di empat provinsi dan enam kabupaten dengan anggaran dana Rp15,03 miliar. Pemerintah juga melakukan peremajaan kakao dengan anggaran Rp84,53 miliar.

Data Food and Agriculture Association (FAO) pada 2017 menunjukkan, Pantai Gading mencapai total produksi sebesar 2.034.000 ton/tahun, disusul dengan Ghana di angka 883.652 ton per tahun dan Indonesia di angka produksi 659.776 ton per tahun.

Baca juga: Kementan tingkatkan hilirisasi industri kakao-kopi Sulsel
Baca juga: Menperin optimistis produk kakao kompetitif di pasar ekspor

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019