Banda Aceh (ANTARA) - Pangkalan Pengawas Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Banda Aceh menyatakan berkas perkara dua nelayan Thailand segera dilimpahkan ke pengadilan.

"Proses hukum dua nelayan Thailand ini sudah P21 oleh jaksa dan pekan depan akan dilakukan penyerahan tahap dua untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan" kata Kepala Pangkalan PSDKP Lampulo Banda Aceh Basri di Banda Aceh, Jumat.

Sebelumnya, kapal pengawas Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) menangkap dua kapal nelayan berbendera Malaysia di perairan Selat Malaka pada 2 Februari 2019.

Kedua kapal yang ditangkap tersebut yakni KM KHF 1980 dengan bobot 63,74 gross ton (GT) dan KM KHF 2598 dengan bobot 64,19 GT. Kini, kedua kapal ditambatkan di Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Lampulo, Banda Aceh, sebagai barang bukti.

Dari kedua kapal nelayan Malaysia tersebut, petugas mengamankan sembilan anak buah kapal yang semuanya warga negara Thailand. Serta menetapkan dua nakhoda kapal sebagai tersangka. Keduanya melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan.

"Kedua nakhoda tersebut ditetapkan sebagai tersangka karena masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin serta tidak mengantongi izin menangkap ikan. Mereka juga menggunakan alat tangkap yang dilarang di Indonesia," sebut Basri.

Menyangkut keberadaan dua nakhoda yang tetapkan sebagai tersangka, Basri mengatakan, mereka masih ditahan. Sedangkan tujuh anak buah kapal, tidak ditahan, tetapi mereka belum dideportasi.

"Anak buah kapal belum dideportasi karena mereka dibutuhkan sebagai saksi saat di pengadilan nanti. Setelah bersaksi di pengadilan, baru kami deportasi ke negara mereka," kata Basri.

Terkait barang bukti kapal, apakah ditenggelamkan atau tidak, Basri mengatakan, hal itu tergantung putusan majelis hakim pengadilan. Namun, pihaknya berharap dua kapal tersebut bisa dihibahkan ke lembaga pendidikan.

"Kami berharap pengadilan memutuskan kapal tersebut dihibahkan kepada lembaga pendidikan sebagai kapal latih karena kondisinya masih bagus," pungkas Basri.

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019