Toraja (ANTARA) - Dalipang, salah seorang dewan adat di Desa Kete Kesu, Kabupaten Toraja Utara, Provisi Sulawesi Selatan masih gigih merawat dan mempertahankan kultur budaya di Toraja yang mulai pupus tergerus kemajuan informasi teknologi.

Sebagai warga Toraja, dia sangat memahami tentang pemahaman pesta demokrasi yang sebentar lagi berlangsung pada 17 April 2019. Begitupun sejumlah sanak saudara ikut maju menjadi calon legislatif dari partai politik yang berbeda-beda.

Tentu hal ini menjadi tantangan buatnya, ketika dihadapkan antara pilihan politik dengan kultur budaya yang begitu kuat dan mengakar di Tana Toraja. Namun, tentu adat yang menjadi patokan baik ketika terjadi perselisihan maupun masalah di sana.

"Setiap ada permasalahan kami melakukan 'Kombongan' atau musyawarah adat untuk mencapai mufakat dan mencari jalan keluarnya," tutur dia di sekretariat adat yang berlokasi di objek wisata Kete Kesu, Toraja Utara.

Politik dan adat, ujarnya tidak bisa disatukan apalagi adat dibawa-bawa ke dalam ranah politik. Sebab, adat punya aturan tersendiri, begitupun ada aturan dari pelaksanaan pemilu serentak, sehingga konteksnya berbeda dalam menyelesaikan perselisihan.

"Artinya, kita di Toraja itu bagi pemimpin daerah harus selaras dengan adat dan budaya dalam melaksanakan tugasnya. Walaupun ada namanya pesta demokrasi tentang Presiden, DPR, DPD dan DPRD, bagi orang Toraja kegiatan kebudayaan terus berjalan dan tidak terpengaruh," katanya.

Menurut dia, meskipun di daerah kabupaten lain bisa berpengaruh dengan adanya pemilu, di Toraja tidak demikian. Adat istiadat Toraja sangatlah kuat, dan bukan kali ini saja menghadapi pesta demokrasi, tapi telah melewati pemilihan kepala daerah alias pilkada beberapa kali.

Selain itu, bagi para caleg tetap berpegang teguh dengan hukum adat, meskipun mereka berusaha menarik simpati pemilih dalam upacara-upacara adat seperti Rambu Solo (kedukaan), Rambu Tuka (syukuran) meliputi Aluk Pare, Aluk Rampanan Kapa (perkawinan) dan Aluk Banua.

"Kita harus memahami setiap kegiatan adat, misalnya mereka (caleg) mensosialisasikan diri di upacara kedukaan, ya marilah berbicara secara santun, supaya orang yang mengalami kerugian tidak merasa terbebani. Selain itu selama pemilik hajat juga memberikan kesempatan," ujarnya.

Tujuan diberikan ruang kepada mereka agar supaya masyarakat betul-betul menyalurkan aspirasinya sesuai dengan hati nurani ketika menerima penyampaian program dari para calon secara baik dalam setiap kegiatan upacara itu. “Jangan sampai terbebani gara-gara ada tawaran atau iming-iming.”

Mengenai dengan upaya mendorong partisipasi pemilih di Toraja Utara, lanjut dia, sebagai dewan adat yang didengarkan oleh masyarakat tentu berusaha memberikan pemahaman agar semua menyalurkan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sesuai pilihannya.

Baca juga: Suka cita Tana Toraja sambut Pemilu 2019
 
Sesepuh Tana Toraja. (Darwin Fatir)


Diamanahkan menjadi Sekretaris Yayasan Kete Kesu, Badan Pengurus objek Wisata Kete Kesu, Dalipang menyayangkan tingkah oknum-oknum tertentu yang merusak tatanan demokrasi di Toraja dengan melakukan berbagai cara negatif meraih simpati salah satunya politik uang.

"Inilah yang sekarang menjadi perhatian, ada saja oknum selalu berusaha menawarkan iming-iming. Tetapi masyarakat Toraja sudah pintar melihat mana figur yang layak mana tidak sehingga tidak perlu diarahkan," ungkap dia.

Soal pilihan politik, ujar Dalipan, masing-masing calon bersama timnya tentu sudah memikirkan bagaimana cara memengaruhi masyarakat, tetapi kalau dengan cara-cara tidak benar tentu dikembalikan kepada mereka hasilnya nanti seperti apa.

Dia juga menyinggung penyelenggara tentang kurangnya sosialisasi pemilu baik itu surat suara, undangan memilih, Daerah Pemilihan (Dapil) dan tidak ada foto dalam surat suara untuk Caleg DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

"Kami rasa belum maksimal. Sebab, sebagian warga belum mengerti betul tentang tata cara memilih. Banyak pertanyaan mengapa surat suara DPR dan DPRD tidak ada fotonya tapi hanya nama, sedangkan calon DPD itu ada. Ini penting disosialisasikan secara berkelanjutan," sebut Dalipan.

Harapan Pemilu serentak 2019

Dewan adat rumpun Toraja berharap, pesta demokrasi tahun ini berjalan aman dan lancar tanpa masalah. Selain itu, lahirnya pemimpin serta keterwakilan rakyat yang benar-benar bekerja untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya, bukan pribadi, kelompok maupun golongannya.

Ayub Patade, tokoh adat Lembang (Desa) Turunan, Kabupaten Toraja sangat mengharapkan pemilihan ini bisa lebih berkualitas dengan menciptakan pemimpin bangsa Indonesia yang dapat membawa kehidupan lebih bagus.

"Harapannya lebih baik, perwakilan rakyat juga harus lebih baik memperhatikan nasib masyarakat dengan memperjuangkan aspirasinya, dan tentu tidak korupsi," harapnya.

Mengenai dengan pemilu serentak tahun ini, kata dia, tidak terlalu sulit bagi pemilih yang sudah biasa. Hanya saja masih ada pemilih yang belum mengerti secara penuh mengingat ada keterbatasan pendidikan mereka.

"Tidak terlalu sulit bagi kami, tapi mereka-mereka ini yang tidak punya pendidikan akan merasa sulit, apalagi tidak ada fotonya dan hanya nama calon untuk DPR dan DPRD," ungkap dia.

Kendati demikian, sebagai seorang tokoh dia tetap mendorong warganya untuk ikut berpartisipasi aktif menyalurkan hak pilih di TPS dengan harapan terciptanya Pemilu jujur dan adil.

Baca juga: Gaung pemilu di bukit Bawomataluo

"Saya bersama tokoh masyakat juga tokoh agama terus mendorong serta memberikan pemahaman kepada warga ikut memilih dan menjelaskan bagi yang tidak bisa membaca tetap akan dibantu petugas di TPS," tambah usai mengikuti rapat di balai desanya.

Hal senada disampaikan Tokoh Agama Lembang (Desa) Turunan, Marten Paembong. Dia berharap pemimpin negara yang terpilih dapat kembali mensejahterakan rakyatnya. Meskipun presiden yang sekarang ini memimpin dapat terpilih kembali.

Sebagai tokoh masyarakat, dia telah merasakan adanya perubahan signifikan. Itulah yang menjadi alasan mengapa ia ikut mendorong warga untuk ikut berpartisipasi menyalurkan hak pilihnya. Meski begitu, di Toraja berbeda beda pilihan itu biasa dan tidak ada resistensi.

"Presiden sekarang (Jokowi) sudah ke Toraja. Dan program untuk pembangunan desa sudah dirasakan masyarakat. Desa sangat terbantu dengan program itu. Kalau yang baru belum tentu. Bukan saya ikut berkampanye, tapi faktanya sudah ada," beber dia.

Sementara Ketua KPU Tana Toraja, Rizal Randa mengemukakan, pihaknya terus melalukan sosialisasi dengan menerjunkan Relawan Demokrasi (Relasi) sebagai ujungtombak penyadaran pemilu kepada masyarakat termasuk mengajak masyarakat menyalurkan hak pilihnya.

Untuk Pemilu serentak tahun ini, ada lima surat suara yang harus dicoblos pemilih, Seperti surat suara warna abu-abu untuk Capres dan Cawapres, warna kuning memilih Caleg DPR RI, merah memilih Calon DPD RI, warna biru memilih Caleg DPRD provinsi, dan warna hijau untuk memilih Caleg DPRD kabupaten/kota.

"Harapan kami pemilu tahun ini berjalan kondusif, lancar dan aman. Sejauh ini di Tana Toraja selama pelaksanaan Pilkada berjalan aman dan lancar. Mudah-mudahan partisipasi pemilih kali ini bisa mencapai 80 persen," tambahnya.

Baca juga: Bicara perayaan demokrasi di Glodok sambil ngopi susu
 
Tana Toraja. (Darwin Fatir)
 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019