Meskipun di luar katanya "panas", di Kampung Naga tetap biasa saja, 'tiis ceuli' (dingin telinga) 'caang panon' (jernih mata) tidak terpengaruh
Garut (ANTARA) - Banyak cerita unik dan menarik perlu diketahui dalam kehidupan masyarakat adat Kampung Naga, mulai dari aktivitas sehari-harinya yang serba sederhana, menjaga tradisi leluhur, menjaga alam, termasuk menata kehidupan sosial di perkampungan tersebut.

Kehidupan warga Kampung Naga yang terletak di bawah antara perbukitan dan hutan di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat itu, tidak akan pernah kehabisan kata untuk dikisahkan.

Bahkan kehidupan masyarakat Kampung Naga selalu menjadi daya tarik wisatawan dari dalam negeri maupun mancanegara, terutama pengunjung dari komunitas pendidikan yang ingin mengetahui tentang aktivitas sehari-hari warga di sana.

Sisi menarik di kampung adat itu tidak hanya masih menjaga kearifan lokal, termasuk lingkungannya yang masih tradisional, ada pemikiran yang mengandung filosofi dan nilai leluhur, yaitu mengabdi dengan menunjukkan taat dan patuh pada negara, selama tidak bertentangan dengan perintah agama Islam.

Wujud kepedulian warga adat terhadap negara itu ditunjukkan pada setiap kegiatan yang diselenggarakan pemerintah, di antaranya memilih pemimpin bangsa, baik di tingkat bupati, gubernur hingga presiden, selalu ikut berpartisipasi menyalurkan hak suaranya.

Partisipasi warga adat dalam mendukung pesta demokrasi itu sedari dulu selalu dijaga dengan baik, termasuk para warga adat sudah mengetahui akan dilaksanakannya Pemilihan Presiden Indonesia pada 17 April 2019.

Baca juga: Warga sekitar Anak Krakatau bersemangat sukseskan pemilu
 
Juru Pelihara juga Sesepuh Kampung Naga, Ucu Suherlan di Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. (Foto Feri Purnama)



Antusiasme dan partisipasi warga adat terhadap pesta demokrasi itu menjadi perhatian khusus Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya sebagai penyelenggara daerah untuk pemilihan umum agar suara warga adat tetap terjaga dengan baik dan tersalurkan dengan benar saat pemilihan nanti.

Salah satunya seperti yang dilakukan Komisioner KPU Kabupaten Tasikmalaya Fahrudin, S.Ag yang terjun menemui langsung warga adat Kampung Naga meskipun harus berjalan kaki menuruni 444 anak tangga dan melewati jalan setapak untuk bisa masuk ke pemukiman warga adat.

"Saat itu dari KPU hanya saya, karena komisioner yang lain sama sedang sosialisasi di tempat lain," kata Fahrudin.

Fahrudin hadir di tengah masyarakat adat dibantu dengan sejumlah relawan demokrasi, Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) Salawu, dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk menyampaikan berbagai hal tentang tahapan pelaksanaan pemilu.

Bagi Fahrudin warga adat Kampung Naga itu memiliki sisi menarik dalam cara pandang terhadap sistem demokrasi di Indonesia yang menerapkan aturan pemilihan langsung oleh rakyat dalam menentukan pemimpin bangsa.

Fahrudin mengaku bangga dengan cara berpikir warga adat itu yang selalu menunjukkan kepeduliannya dengan mau memberikan hak suara setiap pemilihan bupati, gubernur, maupun presiden yang sudah diselenggarakan pada tahun-tahun sebelumnya.

Warga adat Kampung Naga itu selalu berbondong-bondong meluangkan waktu untuk datang ke TPS yang dibangun di luar kampung, selanjutnya secara rahasia memberikan hak suaranya.

Sikap warga adat Kampung Naga itu, menurut Fahrudin, merupakan suatu hal yang menarik dan bijaksana dalam menjunjung tinggi nilai-nilai mengabdikan diri kepada negara melalui partisipasi memberikan hak suaranya dalam memilih pemimpin.

Antusiasme warga dalam memilih itu dinilai KPU Kabupaten Taskmalaya merupakan hal yang harus dijaga, dan menjadi contoh bagi daerah lain di Tasikmalaya maupun seluruh daerah di Indonesia dalam berdemokrasi.

"Kalau masyarakat biasa agak acuh, ini (antusias warga adat) karena peran kepala sukunya masih kuat," katanya.

Sosialisasi yang pernah dilakukan KPU Kabupaten Tasikmalaya itu berlangsung pada 23 Februari 2019 yang dilaksanakan selama dua jam mulai pukul 13.00 sampai pukul 15.00 WIB di sebuah bangunan adat yang selalu digunakan untuk pertemuan warga.

Jauh sebelum diselenggarakan sosialisasi, jajaran KPU melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan tokoh adat atau disebut juga dengan nama panggilan Kuncen Kampung Naga yang saat ini dipegang oleh Ade Suherlin.

Koordinasi itu untuk mengatur waktu agar tidak berbenturan dengan aktivitas warga adat yang biasa dilakukan sehari-hari seperti bertani atau pergi ke hutan, hingga akhirnya diputuskan pelaksanaannya dengan mengumpulkan warga di bangunan adat atau bale pertemuan.

"Kalau di Kampung Naga sangat taat kepada kepala sukunya, jadi kita pendekatannya ke kepala suku ke kepala adatnya, setiap tahapan pemilu selalu sosialisasi ke sana," katanya.

Petugas KPU Kabupaten Tasikmalaya menyampaikan tentang tahapan pemilu, termasuk memperkenalkan para peserta Pemilu 2019 mulai dari pasangan calon presiden dan wakil presiden, kemudian nama-nama partai politik, termasuk calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) daerah pemilihan Jawa Barat.

Materi lain yang disampaikan kepada para warga adat yang hadir sekitar seratusan orang itu terkait warga adat jangan mudah terpengaruh dengan penyebaran kabar bohong atau 'hoaks' yang negatif, termasuk menolak dengan politik uang.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya foto bersama dengan warga adat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, usai sosialisasi pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di kampung itu. Foto Dokumen KPU Kabupaten Tasikmalaya. (Feri Purnama)


"Materinya menangkis isu 'hoaks', berita 'hoaks', money politic juga dibahas di situ," katanya.

Meskipun warga adat dikenal dengan kesederhanaan, saling menghargai dan menghormati antar sesama, namun materi tentang kerukunan dan kesatuan bangsa juga tetap disampaikan dalam sosialisasi itu.

Bahkan sosialisasi itu mengingatkan para warga adat untuk tetap menjaga kebersamaan, dan tidak terpecah belah hanya karena beda pilihan dalam pesta demokrasi Pemilu 2019 itu.

"Kami juga harus menjaga keutuhan kerukunan, dengan adanya pemilu jangan sampai tali persaudaraan menjadi pecah," katanya.

Berdasarkan data KPU Kabupaten Tasikmalaya warga adat Kampung Naga tercatat yang berhak menyalurkan hak suaranya sebanyak 298 orang yang akan mencoblos di luar kampung adat, yakni di TPS 2 Desa Neglasari atau sekitar halaman parkir tidak jauh dari Jalan Raya Tasikmalaya-Garut.

Pesta demokrasi yang akan diselenggarakan 17 April 2019 itu telah diketahui oleh warga adat Kampung Naga, dan mereka juga akan keluar kampung menuju TPS untuk menyalurkan hak suaranya mensukseskan Pemilu 2019.

Terkait kesiapannya, warga adat Kampung Naga mengaku tidak ada kesiapan khusus, semua mengalir seperti biasa, kecuali kesiapannya mengikuti sosialisasi tentang tata cara pemilihan termasuk mengenalkan para peserta pemilu oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya.

Seperti yang diungkapkan Sesepuh Warga Adat Kampung Naga, Ucu Suherlan (53) bahwa sosialisasi itu penting untuk memberikan kemudahan warga adat agar saat pelaksanaannya benar sesuai aturan.

Ucu yang merupakan adik kandung dari Kuncen Kampung Naga Ade Suherlin itu selalu mengingatkan kepada masyarakat untuk ikut serta mensukseskan apa yang menjadi agenda negara dalam memilih pemimpin bangsa.

Sampai saat ini, kata Ucu, warga adat Kampung Naga selalu mematuhi apa yang menjadi larangan dan apa yang harus dilakukan karena benar, meskipun hidup di perkampungan dengan kesederhanaan, namun memiliki harapan melalui pemilihan umum menjadikan negara lebih baik di berbagai bidang.

Ucu juga berupaya membangun masyarakat adat untuk tidak mudah terpengaruh dengan berbagai isu atau kabar bohong yang bernuansa negatif atau dapat memecah belah dengan tersebarnya berbagai informasi di luar kampung.

"Meskipun di luar katanya "panas", di Kampung Naga tetap biasa saja, 'tiis ceuli' (dingin telinga) 'caang panon' (jernih mata) tidak terpengaruh," katanya.

Upaya lain agar warga adat Kampung Naga tetap menjaga keharmonisan dalam pesta demokrasi ini dengan memberlakukan larangan bagi para peserta pemilu melakukan kampanye di Kampung Naga.

Terbukti segala atribut poster, spanduk atau jenis media kampanye lainnya tidak ada di sekitar kampung adat, tujuannya warga adat tidak mau kegiatan kampanye itu justru menyebarkan sesuatu yang kurang baik seperti menjelekkan calon-calon lainnya.

Warga adat Kampung Naga, kata Ucu, jangan dikotori dengan sesuatu yang dapat mengganggu tatanan kehidupan warga adat yang selama ini tenang, damai dan menjunjung tinggi adat istiadat leluhur.

"Ulah saling ngagorengkeun batur (jangan salin menjelekkan orang lain)," kata Ucu santai dengan ucapan menggunakan bahasa Sunda.

Baca juga: Suara dari Kampung Naga

Baca juga: Suka cita Tana Toraja sambut Pemilu 2019

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019