Jangan sampai ikan-ikan yang dihasilkan dari Maluku bukanlah ikan-ikan yang berkualitas tapi mengandung bahan-bahan logam yang berbahaya
Ambon (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru agar memperhatikan kelestarian lingkungan, sehubungan dengan pencemaran akibat penggunaan merkuri dan sianida di tambang ilegal Gunung Botak.

"Imbauan saya kepada Bupati Buru, kawasan di wilayah Pulau Buru yang kita kenal menjadi lumbung pangan nasional jangan sampai rusak dan tercemar karena adanya tambang ilegal yang menggunakan merkuri dan sianida," kata Doni Monardo dalam Deklarasi Jaga Alam di Negeri Hatu, Pulau Ambon Kabupaten Maluku Tengah, Selasa.

Aktivitas penambangan liar emas di Gunung Botak dimulai pada Oktober 2011. Pemerintah daerah berulang kali menutupnya dengan mengirim aparat keamanan ke sana, tapi hingga kini masih ada masyarakat yang diam-diam menambang emas di sana.

Belum lama ini Polda Maluku menangkap empat orang penambang liar di Gunung Botak.

Doni mengatakan semasa masih menjadi Pangdam XVI/Pattimura, pada akhir 2015 ia pernah mengambil sampel sejumlah ikan, udang, kepiting dan beberapa jenis tanaman yang ada di Teluk Kayeli, Pulau Buru. Sebagian dari sampel tersebut ternyata telah terpapar merkuri dan sianida.

"Kita bersyukur aparat di daerah punya kemauan dan komitmen untuk mencegah. Jangan sampai ikan-ikan yang dihasilkan dari Maluku bukanlah ikan-ikan yang berkualitas tapi mengandung bahan-bahan logam yang berbahaya. Mudah-mudahan kita semua sadar dan punya komitmen yang tinggi untuk menjaga lingkungan kita," katanya.

Lebih lanjut Doni mengatakan Maluku memiliki banyak potensi ancaman bencana, salah satunya gunung berapi yang juga harus diwaspadai. Dua hari lalu telah terjadi gempa sebesar 6,1 skala ritcher di kedalaman 600 kilometer di bawah permukaan laut di wilayah antara Alor dengan Laut Banda.

"Sudah sangat jarang gempa seperti ini. Para ahli dan pakar BMKG sedang melakukan penelitian, kira-kira fenomena apa yang terjadi. Kita berharap tidak ada apa-apa, tidak perlu kita khawatir," katanya.

Secara geografis, Indonesia, katanya lagi, berada pada posisi yang sangat berisiko terhadap ancaman bencana, baik dari sisi geologi, vulkanologi dan hidrometrologi, juga ancaman akibat perubahan iklim.

Berdasarkan data yang dihimpun BNPB selama 19 tahun terakhir, jumlah korban jiwa akibat bencana alam mencapai 1.220.701 jiwa. Indonesia berada di urutan kedua dengan jumlah korban mencapai 158.000 jiwa, setelah Haiti yang mencapai angka 230.000 jiwa.

Untuk tahun 2018, Indonesia berada pada posisi pertama dengan jumlah korban jiwa mencapai 4.814 orang dari total korban jiwa secara global yang mencapai lebih dari 10.000 jiwa.

"Melihat jumlah korban jiwa selama 19 tahun terakhir, kerugian-kerugian seperti ini tidak perlu terjadi. Selama tiga bulan sembilan hari terakhir, tercatat korban jiwa masyarakat kita akibat bencana alam telah mencapai 272 jiwa," ucapnya.

Baca juga: Reboisasi Gunung Botak diapresiasi

Baca juga: Pemerintah bentuk tim kaji status Gunung Botak

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019