Pontianak (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Kamis, mendesak pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan (Perpu) tentang Lingkungan Hidup, agar kerusakan lingkungan hidup tidak semakin parah. "Kita berharap pemerintah secepatnya menerbitkan Perpu pengganti UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang terkesan pemerintah tidak mempunyai kekuatan melakukan tindakan terhadap pelanggar dan perusak lingkungan," kata Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad, di Pontianak. Ia mengatakan, Presiden harus mengeluarkan Perpu itu, yang nantinya bisa memuat empat hal penting, yaitu pemerintah secara tegas melarang konversi lahan gambut terutama untuk pembukaan lahan-lahan perkebunan skala besar. Selain itu, pemerintah juga memberlakukan jeda dalam melakukan penebangan kayu dari sekarang hingga 15 tahun mendatang, dalam artian boleh menebang kayu asal untuk keperluan dalam negeri tidak untuk ekspor. Walhi berpendapat pemerintah juga harus mendorong pemulihan ekologi dengan melibatkan masyarakat agar masyarakat merasa hutan yang ditanami tersebut miliknya bukan milik pemerintah. Diingatkannya bahwa pemerintah mempunyai otorita untuk mencabut izin perusahaan yang lokasi perkebunannya terbakar. Sebab hanya dua kemungkinan ketika kebakaran kebun terjadi, yaitu sengaja dibakar ataupun tidak serius dalam penanggulangan kebakaran. Dari data Walhi menunjukkan bahwa dalam lima tehun terakhir telah terjadi sekitar 40 ribu titik panas, yang tersebar di antaranya, Pulau Kalimantan, Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi. Kebanyakan titik panas terjadi di perkebunan kelapa sawit, perusahaan hutan tanaman industri (HTI), dan Hak Pengelolaan Hutan (HPH). "Oleh karena itu kita berharap dibutuhkan tangan yang kuat dari pemerintah untuk mencabut izin perusahaan yang telah terbukti melakukan pelanggaran membakar hutan dan lahan," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007