Jakarta (ANTARA) - Tahun pemilu bisa menjadi tahun penuh semarak bagi bangsa Indonesia. Elite politik, pengusaha hingga rakyat biasa di seluruh pelosok negeri maupun warga negara Indonesia di luar negeri menyambut Pemilu 2019 dengan harapan dapat membawa perbaikan di segala bidang termasuk peningkatan perekonomian nasional.
Pesta demokrasi yang jatuh pada 17 April 2019, disambut suka cita seluruh kalangan. Perhelatan Pemilu serentak menentukan perwakilan mereka di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan juga Presiden dan Wakil Presiden.

Karena itulah, banyak elite politik berlomba untuk mendulang suara masyarakat dengan menyampaikan visi misi, janji-janji politik, melalui kampanye dengan menggunakan atribut-atribut antara lain kaus, bendera, pin, stiker maupun barang cetakan lainnya.

Kemeriahan perayaan demokrasi tersebut ternyata juga menjadi berkah bagi pengusaha percetakan maupun konveksi, sablon, baik skala besar maupun skala kecil.

Bagi pengusaha kategori UKM ini, tahun Pemilu adalah momentum yang ditunggu-tunggu untuk meningkatkan pendapatan dan meraup untung sebanyak-banyaknya selama musim kampanye.

Doni (45), seorang pengusaha konveksi merasakan dampak dari pesta demokrasi tersebut.

Sesungguhnya bisnis konveksi menurut Doni, kerap pasang surut tercermin dari pendapatan yang tidak tetap terkadang rugi, namun saat tertentu meraup untung berlipat khususnya saat musim kampanye.

Tahun pemilu bagi Doni, tahun penuh arti. Selain dapat menyuarakan aspirasinya untuk negeri melalui pemungutan suara, dia juga mampu meningkatkan omzet penjualannya hingga 30 persen dibandingkan tahun-tahun biasa.

"Alhamdulillah, saat Pemilu 2014 keuntungan cukup besar. Tahun ini (2019) juga terjadi peningkatan pendapatan signifikan," ujarnya saat ditemui di tokonya di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Rabu.

Ia menggambarkan, pada hari biasa hanya menjual kebutuhan sandang seperti baju, rompi, perlengkapan olahraga, topi dan juga melayani pemesanan kaus untuk acara gathering perusahaan atau instansi tertentu.

Namun, menghadapi Pemilu 2019, ia menambah produk penjualan. Berbagai macam atribut yang dibutuhkan untuk keperluan partai selama masa kampanye seperti tanda pengenal, kaus berlambang partai, rompi, topi, jam dinding, kalender, spanduk dan asesoris partai lainnya ditingkatkan jumlahnya.

Pembeli dapat langsung memilih atribut apa yang dibutuhkan yang sudah tersedia di toko, atau melakukan pemesanan terlebih dahulu. Proses pembuatan setelah pemesanan rata-rata membutuhkan waktu sepekan atau lebih, tergantung jumlah barang yang dipesan.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dia mengaku omzetnya meningkat sekitar 30 persen dari hasil penjualan atribut partai selama musim kampanye ini.

Sejak awal tahun hingga awal April 2019, ia meraup untung antara Rp90 juta-Rp120 juta per bulan.

Baca juga: Perjuangan Srikandi desa di Kampar sukseskan pesta demokrasi
 
Karyawan membuat bordir untuk pesanan kaus di tempat konveksi tempatnya bekerja di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (10/4/2019). Antara/Katriana


Meski membukukan peningkatan sejak awal tahun, jika dibandingkan dengan tahun Pemilu pada 2014, omzetnya menurun drastis.

Pada tahun Pemilu 2014, laba yang diraihnya mencapai lebih Rp100 juta per bulan, bahkan memasuki masa kampanye bisa melonjak di kisaran Rp110 juta-Rp200 juta per bulan.

Atribut kampanye yang paling banyak dipesan pembeli adalah kaus berlambang partai. Sejak awal tahun, ia telah menjual sekitar 15.000 potong kaus, dengan harga jual berkisar Rp13.000-Rp20.000 per kaus, tergantung bahan dan modelnya.

Selain kaus, rompi, topi, tanda pengenal dan juga spanduk juga sangat diminati. Rompi terjual 1.100 potong, 900 topi, 1.000 kalender gantung, 100 jam dinding, 1.500 tanda pengenal dan 150 spanduk.

Harga masing-masing atribut juga berbeda-beda antara Rp5.000-Rp7.000 untuk tanda pengenal, Rp4.500-Rp5.000 untuk kalender gantung dan sekitar Rp65.000-Rp75.000 untuk rompi, topi, jam dinding dan spanduk.

Selain Doni, pengusaha atribut partai lain, Yolis juga mengaku mendapat berkah dari tahun demokrasi ini. Penghasilannya meningkat 30 persen dari sekitar Rp15 juta-Rp30 juta per bulan pada tahun lalu menjadi sekitar Rp70 juta-Rp100 juta per bulan pada tahun 2019.

Meski meningkat, dia mengaku pendapatannya selama musim pemilu tahun ini turun dibandingkan sekitar Rp150 juta-Rp200 juta per bulan pada musim pemilu 2014.

Ia pun ikut menduga-duga, bahwa penurunan permintaan barang-barang atribut kampanye dan partai disebabkan oleh ketatnya pengawasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggaran partai, sehingga menyulitkan partai untuk mencari dana untuk keperluan kampanye.

Yolis mengaku pemesanan atribut partai sudah meningkat sejak September 2018 hingga awal April 2019. Namun, dua pekan menjelang pemungutan pemungutan suara, penjualannya sudah menurun karena sudah memasuki masa tenang, di saat partai tidak diperbolehkan lagi berkampanye.

Perempuan berusia 43 tahun itu mengatakan saat musim puncak pemesanan ia harus menambah jumlah karyawannya untuk melakukan pekerjaan tambahan seiring meningkatnya jumlah pesanan atribut.

Pesanan datang dari berbagai daerah seperti dari Sulawesi, Papua, Bandung, dari partai-partai besar seperti Gerindra, PDIP, Hanura, PAN, PKS dan lainnya.

Seorang pembeli Fitri (34) yang kebetulan berbelanja di toko milik Yolis, mengatakan sedang membeli rompi untuk mendukung partai pilihannya.

Bagi Fitri, tahun pemilu adalah tahun yang sangat ia nantikan karena rakyat bisa turut menyuarakan aspirasi dan menentukan pemimpin bangsa dan wakil-wakil rakyat di masa depan.

Menurut dia, di tangan rakyat masa depan bangsa akan ditentukan. Karena itu, dia mengimbau kepada sesama rakyat Indonesia untuk menentukan pilihan dengan bijak agar mendapatkan pemimpin yang mampu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan menyejahterakan rakyatnya.

Baca juga: Semangat pemilih kaum tunanetra Bandung

Editor: Sapto HP
Copyright © ANTARA 2019