Ambon (ANTARA) - Pulau Buru di Provinsi Maluku, yang dulu menjadi tempat pembuangan para tahanan politik, kini bukan lagi penjara bagi orang-orang yang diasingkan ke sana pada akhir 1960an sampai awal 1970 dengan tuduhan punya kaitan dengan Partai Komunis Indonesia.

Tidak ada lagi sisa barak tahanan yang pada masa lalu menjadi tempat tinggal tahanan politik di pulau itu, sudah tak ada juga bekas markas komando yang dulu menjadi pusat kendali operasi aparat keamanan di sana.

Di Desa Savana Jaya, yang dulu merupakan tempat barak tahanan Unit IV, sejauh mata memandang hanya hamparan sawah yang terlihat.

Lahan tanaman padi di sisi kanan dan kiri jalan utama desa itu mulai menguning pada akhir Maret. Air jernih mengaliri saluran irigasinya. Para tahanan politik membangun jalan dan saluran irigasi di desa tersebut pada masa lalu.

Suasana semarak tampak saat memasuki kawasan pemukiman warga yang umumnya transmigran dari Pulau Jawa. Aneka baliho dan spanduk kontestan Pemilu 2019 dengan berbagai ukuran terpasang di mana-mana di Savana Jaya, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru.

"Semua kontestan boleh memasang spanduk, baliho maupun stiker. Tidak ada warga yang keberatan. Tak ada tempat khusus, jadi boleh pasang di mana saja," kata Sekretaris Desa Savana Jaya, Nandan Suryanata, yang berasal dari Karawang, Jawa Barat.

Pria yang menetap di Savana Jaya sejak tahun 1991 itu didapuk menjadi Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Savana Jaya untuk pemilihan umum presiden/wakil presiden serta anggota legislatif tahun ini.

Menurut dia warga justru senang alat-alat peraga kampanye para peserta Pemilu 2019 menghiasi kampung dan desa mereka karena dengan demikian mereka bisa melihat dan mengetahui siapa saja yang bisa mereka pilih dalam pemilu.

"Terlalu banyak calon, jadi pasti membingungkan. Apalagi pemilu kali ini setiap orang harus mencoblos lima kertas suara, tiga di antaranya, untuk DPR RI, (DPRD) provinsi serta kabupaten/kota, tidak ada fotonya," kata Nandan.

Penyelenggara pemilihan umum melakukan sosialisasi secara masif kepada seluruh warga, termasuk eks tahanan politik yang tinggal di sana, untuk menyampaikan berbagai informasi mengenai tahapan pelaksanaan pemilihan umum.

Seluruh warga Savana Jaya, menurut Nandan, antusias menyambut pemilihan umum dengan harapan pesta demokrasi itu bisa menghadirkan pemimpin yang bisa membawa bangsa ke kehidupan yang lebih baik.

"Warga Savana Jaya sadar tempat tinggal mereka pernah memiliki catatan kelam masa lalu, karena itu mereka menunjukkan antusiasmenya menyukseskan pemilu sebagai bukti kecintaan dan bhakti untuk bangsa dan negara," ujar Nandan.

Baca juga: Bihe ingin didengar pada Pemilu 2019
 

Seorang petani menunjukkan cabe hasil panennya di Desa Savana Jaya, kecamatan Waeapo, kabupaten Pulau Buru, Maluku. (27/3). Desa yang merupakan bekas tempat pembuangan para tapol, kini berubah menjadi wilayah yang subur dan menjadi penyangga swasembada pangan di Maluku. ANTARA FOTO/Jimmy Ayal.



Warga bekas tahanan

Sedikitnya ada 957 warga Savana Jaya yang masuk dalam daftar pemilih tetap pada Pemilu 2019. Di antara pada pemilih tetap itu, ada 17 bekas tahanan politik.

Pada hari pemungutan suara, mereka akan mencoblos di empat tempat pemungutan suara.

Nandan menjelaskan ke-17 bekas tahanan politik yang tercatat sebagai pemilih tetap itu telah berusia lanjut, rata-rata usianya di atas 70 tahun dan sudah dianggap sebagai sesepuh oleh warga.

"Kehidupan mereka bersama keluarga juga sudah campur baur. Malah pada Pemilu 2019 ini maupun 2014 lalu mereka tetap bersemangat dan terlibat aktif menyukseskannya," kata dia.

Para eks tahanan politik sering menjadi teman diskusi dan tukar pikiran warga mengenai perkembangan pembangunan, pemerintahan maupun politik di Tanah Air.

"Para eks tapol malah sering mengajak dan mengimbau warga untuk tidak boleh golput, terutama generasi muda, harus memilih untuk menentukan masa depan bangsa dan negara," katanya.

Menurut Nandan, warga Savana Jaya sudah menganggap para bekas tahanan politik sebagai "pahlawan" dan panutan karena mereka telah mengubah Pulau Buru, khususnya dataran Waiapo, dari hutan belantara menjadi kawasan pertanian yang maju dan menjanjikan.

Baca juga: Menepis bayang kelabu di Victoria Park
 
Sekdes Savana Jaya, Pulau Buru, Nandan Suryanata. (ANTARA/Jimmy Ayal)



Semangat Berpartisipasi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru mencatat tren peningkatan partisipasi warga Savana Jaya dan Dataran Waeapo, termasuk warga yang dulunya tahanan politik, dalam pemilihan umum.

"Partisipasi pemilih di Savana Jaya dan Dataran Waeapo terus meningkat (hingga) di atas 75 persen mulai dari pemilu presiden/wakil presiden 2014, pilkada bupati/wakil bupati Buru 2015 serta pilkada gubernur/wakil gubernur Maluku tahun 2018," kata Komisioner KPU Buru, M Rifai Mudjid.

Ketua Divisi Perencanaan dan Data KPU Buru itu mengatakan status sebagai tahanan politik pada masa lampau umumnya tidak membuat warga eks tahanan politik enggan menggunakan hak pilih.

"Para eks tapol yang masih ada sudah hidup berbaur dengan masyarakat di sana (Savana Jaya). Mereka punya kesadaran yang tinggi untuk menyukseskan agenda nasional, termasuk agenda politik," katanya.

Dia yakin tingkat partisipasi warga Savana Jaya menggunakan hak pilih pada Pemilu 2019 bisa 85 persen lebih mengingat sosialisasi mengenai tahapan pelaksananaan pemilihan umum sudah dilaksanakan secara masih di daerah lumbung padi itu.

KPU, Badan Pengawas Pemilu, pemerintah desa, tokoh masyarakat hingga kelompok pemuda terlibat dalam sosialisasi pemilihan umum.

"Bahkan para eks tapol juga ikut terlibat bersama pemerintah desa untuk menyosialisasikan pemilu, termasuk mengimbau warga untuk tidak golput," kata Rifai.

Baca juga: Menjaga surat suara tak melayang di Pulau Pisang
 

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019