Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum mantan Menneg BUMN Laksamana Sukardi yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mendatangi Gedung Bundar Kejaksaan Agung guna mempertanyakan kejanggalan surat yang dilayangkan pihak Kejakgung kepada kliennya terkait kasus penjualan kapal tanker raksasa atau Very Large Crude Carier (VLCC) milik Pertamina. Tim kuasa hukum Laksamana Sukardi yang dipimpin RO Tambunan diterima Direktur penyidikan Jampidsus M Salim SH di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, di Jakarta, Senin. RO Tambunan didampingi Petrus Selestinus, Marten Erwan, Sekretaris PKN Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Didi Supriyanto dan Kordinator PDP PDP DKI Jakarta TE Budi Susilo. Mereka mempertanyakan kejanggalan antara sampul dan isi surat ada perbedaan status Laks. Pada sampul surat disebut pemanggilan Laksamana hanya sebagai saksi, sementara isi surat ditulis pemanggilan sebagai tersangka. Menurut RO Tambunan, perbedaan status dalam surat dan sampul ini menunjukkan Kejaksaan tidak profesional. Karena itu kedatangan TPDI untuk mempertanyakan kesimpangsiuran tersebut. "Kami datang untuk mempertanyakan ada kesimpangsiuran dalam pemanggilan Laksamana Sukardi. Kita mau tanyakan pasal yang diduga dan kedudukan yang disebut dalam sampul itu sebagai saksi," katanya. Tambunan juga menujukkan sampul surat panggilan yang ditujukan kepada Laks dengan nomor SPT-773/F.2/Fd.1/11/2007, perihal "panggilan saksi". Dia lalu menujukkan isi surat yang menyatakan Laks sebagai tersangka. "Ini kan tidak profesional. Penegak hukum kok begini," katanya. Adanya perbedaaan status Laks dalam sampul surat panggilan dengan isi surat menunjukkan ketidakhati-hatian penyidik Kejagung. Selain itu, tidak adanya pasal yang disangkakan kepada Laks menunjukkan penetapan Laks sebagai suatu hal yang dipaksakan. "Hak asasi seorang tersangka dalam hal tindak pidana apa dia diduga melakukan, harus disebutkan. Itu haknya, hak asasi yang fundamental," kata RO Tambunan. Menurut pengurus Pelaksana Harian Pimpinan Kolektif Nasional (PKN) PDP, Witaryono Reksoprodjo, tidak adanya pasal yang disangkakan ke Laks menunjukkan keragu-rahguan penyidik Kejagung. "Ini adalah representasi betapa penyidik Kejaksaan ini terburu-buru dan ceroboh," katanya. Pengacara Laks, Petrus Selestinus, meminta agar kliennya diturunkan statusnya menjadi saksi, mengingat belum ada pasal dilanggar yang dilakukan kliennya itu. "Kalau Kejagung belum menemukan pasal yang disangkakan kepada Laksamana Sukardi sebaiknya status Laksamana diturunkan menjadi saksi," katanya. Petrus juga menilai penetapan tersangka terkesan terburu-buru serta ada banyak tekanan politik. "Sebetulnya Kejagung belum siap untuk merampungkan bahwa Laksamana Sukardi itu melakukan korupsi," katanya. Apalagi, kata Petrus, tidak adanya pasal yang disangkakan kepada Laksamana yang sekarang menjabat Koordinator PKN PDP itu, merupakan pelanggaran terhadap Pasal 112 KUHAP yang menyebutkan pemeriksaan seorang tersangka itu harus jelas apa alasan pemanggilannya. Jampidsus Kejakgung Kemas Yahya Rahman tidak memberi keterangan saat ditanya wartawan perihal kejanggalan dalam surat tersebut dan kesalahan yang akan didakwakan kepada Laks. "Kalau soal peranan Laks, itu sudah menyangkut dalam perbuatan materiil sehingga hal itu belum dapat dijelaskan sekarang," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007