Jakarta (ANTARA) - Masyarakat yang tidak sabar menjadi pekerja migran biasanya memilih jalur pintas dengan melamar melalui agen ilegal sehingga rentan menjadi korban perdagangan orang.

"Sebagian masyarakat terpepet, mereka tidak sabar kalau mengikuti proses resmi yang memakan waktu agak lama, sehingga mereka memlih jalan pintas tanpa memikirkan risikonya," kata Kepala Subdit Penyiapan dan Penempatan BNP2TKI Budiono di Jakarta Jumat.

Dia mengatakan untuk menjadi pekerja migran melalui jalur resmi memang membutuhkan waktu yang tidak instan.

Para calon pekerja harus melengkapi beberapa dokumen dan juga mengikuti serangkaian pelatihan sebelum dikirim ke negara tujuan mereka.

Hal itu dimaksudkan agar para pekerja migran mengenal wilayah dan suasana kerja di sana sehingga tidak gagap saat bekerja.

Sementara itu agen-agen ilegal biasanya datang langsung ke rumah mereka menawarkan pekerjaan belum lagi mereka juga akan meninggalkan uang yang cukup besar untuk keluarga yang akan ditinggal oleh pekerja.

Pekerja migran, dijanjikan dapat langsung berangkat tanpa menunggu lama, visa yang diberikan biasanya di luar visa kerja. Para pekerja ini pun akhirnya rentan menjadi korban perdagangan orang.

Asdep Perlindungan Hak Perempuan Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Destri mengatakan untuk mencegah masyarakat pekerja migran ilegal dan korban perdagangan orang, pemerintah telah memiliki program-program kesejahteraan.

"Program seperti dana desa dan penanggulangan kemiskinan harus lebih diefektifkan lagi terutama di kantong-kantong pekerja migran," kata dia.

Dia berharap pemerintah daerah mau berperan aktif untuk menjalankan program-program tersebut. Termasuk peningkatan ketrampilan bagi warganya.

Baca juga: BNP2TKI tingkatkan pengawasan keberangkatan tenaga kerja migran
Baca juga: Empat agen Malaysia jadi penadah TKI ilegal
​​​​
Baca juga: Disnakertrans Karawang Sulit Kontrol Agen TKI Ilegal


 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019