Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa orang beragama itu mencerahkan sehingga tidak mungkin membuat kekacauan atau menyalahkan agama lain.

"Menurut bahasa Sansekerta a berarti tidak, gama berarti kacau sehingga agama berarti tidak kacau," kata Hidayat Nur Wahid dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Hidayat mengemukakan hal itu ketika memberi ceramah dalam acara pengajian bulanan di Aula K.H. Ahmad Dahlan, Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat (12/4).

Hidayat menyesalkan orang beragama yang sering mengafirkan atau membidah-bidahkan orang atau kelompok yang lain. Mereka menyebut demokrasi bidah, sekolah bidah.

Sikap yang demikian, menurut pria yang juga menjadi Wakil Ketua Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor itu, membuat beragama menjadi menakutkan.

"Beragama itu membuat masyarakat menjadi madani, bukan medeni (menakutkan)," tuturnya.

Beragama yang mencerahkan, menurut Hidayat, sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ulama pendahulu adalah sosok beragama yang mencerahkan untuk kehidupan bangsa dan negara.

Hidayat menjelaskan bagaimana sosok Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, K.H. Hasyim Ashari, Mohammad Natsir, dan ulama lainnya.

Dengan keberagamaannya, mereka mencerahkan dan menyelamatkan Indonesia.

Ia lantas menceritakan bagaimana anggota Panitia Sembilan yang berasal dari Muhammadiyah saat merumuskan Pancasila.

Sosok seperti Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Kahar Muzakir rela tujuh kata dalam Pancasila 22 Juni 1945 dihilangkan.

Langkah ketiga tokoh Muhammadiyah itu membuat Pancasila tetap terjaga dan bangsa Indonesia tetap bersatu.

"Mereka mendahulukan kepentingan bangsa," katanya.

Demikian pula, ketika Belanda ingin menjajah kembali Indonesia lewat Surabaya. Ulama Jawa Timur di bawah pimpinan K.H. Hasyim Ashari mengeluarkan Fatwa Jihad.

Dari fatwa tersebut menyemangati umat Islam, santri, dan masyarakat untuk berjuang mempertahankan Indonesia dari upaya penjajahan kembali Belanda.

"Dari fatwa itu, melahirkan semangat kepahlawanan 10 November," kata Hidayat.

Dari sinilah Hidayat mengajak kepada semua untuk tidak melupakan jasa para ulama.

"Jika ada Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, kita perlu juga Jas Hijau, jangan sekali-kali menghilangkan jasa ulama," katanya.

Peristiwa seperti itulah, menurut dia, perlu disegarkan kembali.

"Peran ulama mencerahkan sehingga menyelamatkan Indonesia," kata Hidayat.

Pewarta: Jaka Sugiyanta
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019