Debat kali ini terlihat langsung panas karena dimulai dengan serangan Prabowo-Sandi kepada Jokowi-Amin bahwa ...
Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona, MA menilai, debat kelima ini terlihat berlangsung panas karena dimulai dengan serangan Prabowo-Sandi kepada Jokowi-Amin bahwa negara berjalan ke arah yang salah.

"Menurut saya, debat kali ini terlihat langsung panas karena dimulai dengan serangan Prabowo-Sandi kepada Jokowi-Amin bahwa negara berjalan ke arah yang salah, tetapi serangan ini langsung dijawab secara cerdas oleh Jokowi," kata Mikhael Bataona kepada Antara di Kupang, Sabtu malam.

Menurut dia, narasi Prabowo bahwa bangsa ini sedang dibawa ke arah yang salah juga bahwa, rancang bangun ekonomi salah, tidak dilengkapi dengan rencana aksi apa yang mau mereka lakukan untuk mengubahnya.

Sehingga jawaban Jokowi bahwa selama 4,5 tahun ini Jokowi-JK sedang membangun infrastruktur yang tidak lagi Jawa sentris tetapi Indonesia sentris untuk menghubungkan pusat-pusat industri dan pariwisata, terlihat membungkam kritik Prabowo, bahwa negara berjalan ke arah yang salah.

Jokowi kata dia, meyakinkan masyarakat bahwa negara justeru berjalan ke arah yang benar bahwa industri hanya bisa berjalan, jika ada infrastruktur dan itu sudah dilakukan oleh Jokowi-Jk.

"Hal lain yang menurut saya menarik adalah jawaban Jokowi yang sangat tegas dan dengan wajah serius soal mengurus ekonomi negara bahwa ekonomi makro itu berbeda dengan mengurus ekonomi mikro. Tidak bisa mengambil contoh dari si A atau si B lalu membuat program tetapi harus berbasiskan variabel penerimaan dan permintaan," kata staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unwira itu.

"Bagian ini, saya kira Jokowi unggul. Apalagi pernyataan Prabowo bahwa ekonomi menyimpang dari filosofi, juga tidak dijelaskan sehingga terlihat bahwa publik melihat itu hanya sekedar pernyataan normatif dari debat ke debat," katanya.

Dia menambahkan, jawaban Jokowi atas serangan Prabowo juga terlihat kuat dan argumentatif bahwa pemerintahannya bersama Jusuf Kalla tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tapi juga pada pemerataan yaitu bukan Jawa sentris tapi Indonesia sentris adalah sebuah jawaban yang punya basis filosofis sangat kuat.

Tentang keadilan bagi semua menurut dia, dalam bidang ekonomi, program oke oce dari Sandi juga tidak dijelaskan dengan bukti-bukti yang konkret.

Sementara program Jokowi-Amin berupa Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Pra Kerja untuk mengadakan pelatihan-pelatihan bagi pencari kerja, kartu sembako murah supaya ibu-ibu dapat membeli dengan harga sembako yang sudah didiskon oleh pemerintah terlihat lebih konkret dan nyata.

Masih soal ekonomi juga terlihat ada hal yang bisa menjadi pukulan balik untuk Prabowo menyerang balik Jokowi dengan mengatakan Indonesia harus belajar dari Tiongkok justru mengherankan karena selama ini Cina sangat dibenci oleh sebagian besar pengikut Prabowo.

"Cina adalah negara totaliter dan sosialis sehingga sistem ekonominya berbeda dengan Indonesia," katanya.

Prabowo lupa bahwa sistem ekonomi di Cina adalah sistem ekonomi negara, bukan sistem ekonomi pasar bebas dan menerapkan sistem ekonomi di Cina untuk Indonesia tentu tidak bisa.

Soal ekonomi mikro juga terlihat Jokowi-Amin unggul karena diuraikan dengan jelas bahwa selama 4,5 tahun program Mekar dari Jokowi-JK sampai dengan nasabah 4,2 juta ibu-ibu, juga Bank Wakaf Mikro hampir 90 persen itu nasabahnya wanita dan sedang berjalan.

"Jadi secara umum menurut saya, kelihatan bahwa Jokowi-Amin lebih unggul karena mereka menjawab dengan data dan fakta," katanya.

Misalnya jawaban Jokowi soal deviden BUMN yang naik signifikan, serta Freeport, Blok Rokan dan Blok Mahakam, yang sedang diakusisi oleh BUMN Pertamina adalah jawaban yang menggunakan data, sehingga kritik Prabowo selalu dijawab dengan data yang membuat Jokowi terlihat lebih leluasa mengunci kritik Prabowo-Sandi, katanya.

Baca juga: Sandiaga sebut saatnya Indonesia punya Bank Syariah terbesar di Asean
Baca juga: Jokowi: Pemerintah mati-matian turunkan defisit neraca perdagangan

 

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019