Kota Pekanbaru (ANTARA) - Penduduk Provinsi Riau hingga semester II tahun 2018 mencapai 6,74 juta jiwa dan sebanyak 21.600 remaja atau 1,18 persen di antaranya melakukan pernikahan dini.

"Pernikahan dini tersebut sangat beresiko karena rahim belum siap untuk melahirkan bagi wanita remaja sehingga mengganggu kesehatan wanita dan janin jika hamil," kata Kepala Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Riau, Andra Sjafril SKM, M.Kes di Pekanbaru Senin.

Menurut dia, pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan di bawah umur yang target persiapannya belum maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi.

Pernikahan dini, katanya bisa dinilai sebagai pernikahan yang terburu-buru, sebab segalanya belum dipersiapkan secara matang.

"Bagi wanita dan laki-laki yang nikah dalam usia muda dapat menimbulkan permasalahan rumah tangga akibat kematangan dalam berkeluarga belum siap," katanya.

Sedangkan penyebabnya banyak faktor bisa jadi karena hamil akibat hubungan luar nikah, keinginan berdua, paksaan orang tua atau akibat masalah ekonomi.

Pernikahan muda, katanya lagi banyak terjadi pada masa pubertas, karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual. Pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berfikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah (keinginan berdua).

Selain itu faktor penyebab terjadinya pernikahan muda adalah perjodohan orang tua, perjodohan ini sering terjadi akibat putus sekolah dan akibat dari permasalahan ekonomi.

Di Indonesia, pasal 7 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menetapkan bahwa perkawinan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun.

Dengan adanya undang-undang perkawinan akan ada batasan usia, pernikahan di usia muda baru dapat dilakukan bila usia seorang remaja sudah sesuai undang-undang pernikahan yang berlaku di Indonesia.

Idealnya memang nikah pada perempuan minimal usia 21 tahun, dan usia 25 tahun pada laki-laki serta sudah siap lahir dan bathin. Sebab pernikahan dini membawa dampak buruk bagi anak perempuan, rentan KDRT, perkawinan dini berdampak pada kesehatan reproduksi anak perempuan.

Anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun.

Selain itu terputusnya akses pendidikan, karena perkawinan dini mengakibatkan si anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi.

"Oleh karena itu, BKKBN perlu terus menggencarkan sosialisasi tentang generasi berencana sehingga jumalh pernikahan dini bisa ditekan," katanya.

Pewarta: Frislidia
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019