segala pendapatan yang diterimanya dari berbagai pihak secara pribadi selalu diberikan untuk kegiatan JFC, bahkan Mas Dynand hingga kini belum memiliki rumah pribadi
Jember (ANTARA) - Perhelatan Jember Fashion Carnaval (JFC) berhasil meraih peringkat empat dunia untuk karnaval terunik dan terheboh setelah Mardi Gras (Amerika Serikat), Rio De Jeneiro (Brazil), dan The Fastnacht (Koln, Jerman).

Karnaval itu mahakarya putra daerah asal Kabupaten Jember, Jawa Timur bernama Dynand Fariz.

Kesuksesan JFC yang berawal dari karnaval kampung dalam memeriahkan Agustusan (Hari Kemerdekaan Indonesia) hingga menjadi tersohor di dunia itu, tidak bisa lepas dari tangan kreatif dan keuletan seorang Dynand Fariz. Perintis berdirinya Rumah Mode Dynand Fariz sejak 1998 itu, penggagas sekaligus Presiden JFC.

Selang empat tahun kemudian, pada 2002 dimulai Pekan Mode Dynand Fariz dengan karnaval keliling kampung dan Alun-Alun Jember menggunakan kostum yang dirancang sendiri, dan mulai timbul gagasan menyelenggarakan Jember Fashion Carnaval pada 1 Januari 2003 sebagai JFC ke-1 diselenggarakan bersamaan dengan HUT Kota Jember dengan tema busana cowboy, punk, dan gypsy.

Masih pada tahun yang sama, yakni 30 Agustus 2003, digelar JFC ke-2 bersamaan dengan gerak jalan tradisional Tanggul-Jember sepanjang 30 kilometer yang merupakan agenda tahunan di Kabupaten Jember. Tema busana pada JFC ke-2 lebih banyak dibandingkan dengan karnaval sebelumnya, yakni tema busana Arab, Maroko, India, China, dan Jepang ( Asia ).

Di tangan kreatif putra daerah Jember, Dynand Fariz, akhirnya parade busana yang unik dan spektakuler dengan menggunakan "catwalk" sepanjang 3,6 kilometer itu berhasil memecahkan rekor MURI dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik dan mancanegara.

Para peserta yang mengikuti karnaval busana bukanlah model-model profesional. Mereka adalah para partisipan dari berbagai kalangan umur, status, dan latar belakang pendidikan yang mencoba kreatif membuat busana unik dan spektakuler dari berbagai bahan daur ulang, kemudian memperagakan kostumnya sendiri.

Kepada sejumlah wartawan setiap karnaval kelas dunia itu, Dynand menjelaskan bahwa JFC memiliki visi menjadikan Jember ikon kota wisata mode dan karnaval pertama di Indonesia, bahkan di dunia dengan misi bahwa suatu proses atau perjalanan yang membawa banyak manfaat bagi pengembangan dunia pendidikan, kesenian, budaya, dan perekonomian.

JFC juga memiliki konsep 4E, yakni "education" (pendidikan), "entertainment" (hiburan), "exhibition" (pameran), dan "economic benefit" (pengembangan perekonomian).

Jember Fashion Carnaval pada tahun pertama hingga sembilan menggunakan biaya lebih banyak keluar dari kantong pribadinya karena tidak ada sokongan sponsor maupun pemerintah. Namun, kostum yang diperagakan para "talent" tersebut, menghentakkan mata masyarakat hingga penjuru dunia karena acara tersebut diliput media lokal, nasional, dan internasional sehingga eksposenya luar biasa.

Setiap tahun tema yang diangkat JFC berbeda, namun selalu menjadi perhatian dunia yang mengikuti tren karnaval. Selalu ada tema yang mengangkat kebudayaan dan kesenian Indonesia.

Pada 2008, Jember Fashion Carnaval melalui "road show" nasional dan internasional diharapkan menjadi magnet dunia sekaligus ikon karnaval Indonesia berkelas dunia dengan mengangkat tema utama "World Evolution" yang menginspirasikan perubahan bumi karena tingkah laku manusia yang tak terkendali, dengan menampilkan sembilan defile, yakni Archipelago Papua, Barricade, Off Eart, Gate 11,Roots, Metamorphic, Undersea,Robotic.

Bahkan, Presiden Joko Widodo dan istrinya, Iriana Jokowi, menyempatkan hadir dalam Jember Fashion Carnaval 10-13 Agustus 2017 yang sudah memasuki tahun ke-16 dengan tema besar "Victory", berarti kemenangan JFC dalam mengukir prestasi di kancah internasional.

Jokowi juga mengaku gembira bisa menyaksikan karnaval dunia yang dimotori Dynand Fariz dan Kota Jember. Jember akhirnya dinobatkan sebagai Kota Karnaval Dunia karena berbagai prestasi yang ditorehkan.

"Jember Fashion Carnaval yang telah berjalan selama 16 tahun tersebut menjadi ikon bukan hanya bagi Kabupaten Jember, namun juga ikon yang membanggakan Indonesia karena prestasi Dynand yang diakui oleh dunia," kata Jokowi, saat hadir memberikan sambutan pada pembukaan JFC 2017.

Kesuksesan JFC merupakan kerja keras dan keuletan sosok putra daerah yang lahir pada 23 Mei 19963. Dynand anak kedelapan dari 11 bersaudara dari pasangan almarhum Tirto Sutowo dan almarhumah Ahyani.

                                                                              Disegani
Melalui tangan kreatifnya dan perhelatan JFC, nama Dynand Fariz mulai dikenal luas di seluruh Indonesia, bahkan dunia, ketika berhasil menjadikan Jember Fashion Carnaval salah satu kegiatan fesyen disegani, berkat keunikannya dengan "catwalk fashion show" terpanjang di dunia.

Dynand terlibat dalam perancangan busana untuk dikenakan peserta Miss Universe perwakilan Indonesia Elvira Devinamira yang berkompetisi dalam Miss Universe 2014 diselenggarakan di Florida, Amerika Serikat pada 25 Januari 2014. Kostum bertema The Chronicle of Borobudur itu, berhasil meraih penghargaan Best National Costume.

Penghargaan internasional lainnya di balik tangan dingin Dynand Fariz adalah kostum Bali (best national costume mister International) 2010 di Indonesia, Toraja Karembau (best national costume man huni international) 2011 di Korea Selatan, Papua (best national costume mister Universe model) di Republik Dominica, Borneo (best national costume miss supranational) 2014 di Polandia.

Selain itu, Lampung (best national costume miss international) 2014 di Tokyo Jepang, dan best national costume miss grand international 2016 di Las Vegas USA, kemudian Toraja Tongkonan (best national costume miss supranational) 2015 di Polandia, dan Borobudor (best national costume miss universe) 2015 di Florida USA, kostum Betawi (best national costume miss tourism international) 2016 di Malaysia, dan Garuda (top 5 national costume miss universe) 2016 di Filipina.

Bahkan, almarhum didaulat oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya menjadi koreografer Asian Games 2018. Kemegahan panggung dan koreografi yang disuguhkan dalam hajatan itu, sontak mengundang banyak pujian dari masyarakat dunia. Hal yang menyita perhatian publik adalah kostum Garuda emas karya Dynand Fariz.

Simbol burung Garuda sengaja dipilih Dynand Fariz untuk mengiringi setiap kontingen dari ke-45 negara peserta Asian Games 2018 karena burung Garuda simbol Republik Indonesia yang menunjukkan kesatuan, kemegahan, dan spirit yang menginspirasi ke semua penjuru. Bahkan, Dynand Fariz kini juga menjadi salah satu kurator untuk Top 100 Calender of Event di Indonesia.

Kini, putra daerah terbaik Jember itu telah berpulang ke Rahmatullah dan mengembuskan napas terakhir pada usia 55 tahun di Rumah Sakit Jember Klinik pada 17 April 2019, pukul 04.00 WIB. Ia dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Garahan Kecamatan Silo, berdekatan dengan makam kedua orang tuanya. Ia telah berpulang, namun karya-karyanya akan selalu dikenang masyarakat Jember, bahkan dunia.

Dynand Fariz masuk Rumah Sakit Jember Klinik pada Minggu (14/4) sore, karena mengeluhkan gangguan saluran pernapasan, namun kondisinya saat itu baik-baik saja. Ia berangkat sendiri ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya tersebut.

Keponakan Dynand Fariz, Hamda Arifta, mengatakan pihak keluarga juga tidak pernah mendengar Dynand mengeluh sakit karena kesibukannya yang cukup padat menjadi Staf Ahli Menteri Pariwisata dan konsultan karnaval di DKI Jakarta, serta Ketua Asosiasi Karnaval Republik Indonesia (AKARI).

"Sebenarnya kami terkejut saat mendapat kabar Mas Dynand Fariz meninggal dunia karena saat di rumah sakit sempat melakukan rapat-rapat kecil untuk persiapan JFC tahun ini," tuturnya.

Selama sakit, pembicaraan Dynand tidak jauh-jauh dari persiapan JFC ke-18 karena semuanya diminta untuk melakukan persiapan secara optimal untuk menggelar karnaval tahunan di Kabupaten Jember, karena JFC akan terus digelar di daerah itu.

"Mas Dynand selalu menanyakan perkembangan JFC, bahkan kondisinya sedang sakit pun selalu berbicara terkait dengan persiapan JFC tahun ini, sehingga JFC harus tetap hadir sesuai pesan beliau meskipun Mas Dynand meninggal dunia," katanya.

Sementara itu, Sekretaris AKARI Jember David Susilo mengatakan sosok Dynand Fariz memiliki dedikasi tinggi terhadap Kabupaten Jember. Secara total, ia mengerjakan suatu "event" sehingga spiritnya sangat luar biasa untuk diteladani.

"Totalitasnya untuk menggerakkan Jember sangat luar biasa dan segala pendapatan yang diterimanya dari berbagai pihak secara pribadi selalu diberikan untuk kegiatan JFC, bahkan Mas Dynand hingga kini belum memiliki rumah pribadi," tuturnya.

Kehidupannya yang sederhana dan selalu bekerja dengan totalitas, tanpa berpikir pamrih menjadikan sosoknya sangat dikagumi banyak pihak yang menjadikannya konsultan ahli di berbagai daerah.

Ia menjelaskan satu keinginan Dynand Fariz yang belum terwujud, yakni Museum JFC. Museum yang digagasnya itu untuk menampilkan berbagai kostum hasil kreatif tim JFC yang meraih penghargaan nasional dan internasional. AKARI bersama tim JFC akan berusaha mewujudkan keinginan almarhum tersebut.

Sementara itu, Wakil Bupati Jember A. Muqit Arief mengatakan Pemerintah Kabupaten Jember kehilangan putra daerah terbaik yang berhasil mengharumkan nama daerah itu di kancah dunia.

"Almarhum Dynand cukup dekat dengan saya karena sama-sama warga Kecamatan Silo, sehingga saya merasa sangat kehilangan," tuturnya.

Ia mengatakan almarhum memiliki talenta luar biasa, pekerja keras, telaten, dan tidak mudah menyerah. Hal itu dibuktikan dengan JFC yang mendunia dan merupakan perhelatan terbaik ketiga di dunia karnaval.

"Salah satu yang tidak akan terlupakan, di mana pun dan kapan pun bertemu, Dynand selalu akrab dan penuh senyum ceria, sehingga Jember, bahkan Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya," katanya.

Selamat jalan Dynand Fariz. Karya-karya terbaiknya akan selalu dikenang sepanjang masa.

Oleh karena tangan kreatifnya, Jember Fashion Carnaval menjadi inspirasi karnaval di Indonesia hingga dunia.
 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019