Hanoi (ANTARA) - Dewan Eksekutif Organisasi Kantor Berita Asia Pasifik (OANA) dalam pertemuan di Hanoi, Jumat, menggarisbawahi komitmen bersama untuk memerangi berita palsu atau "fake news" di jejaring sosial yang dinilai merusak kepercayaan publik terhadap media arus utama.

Presiden OANA Aslan Aslanov, yang juga Pemimpin Kantor Berita Azerbaijan AZERTAC, mengatakan bahwa berita palsu telah menciptakan banyak masalah dalam hubungan antarnegara dan memicu konflik.

"AZERTAC melakukan yang terbaik untuk memerangi pembuatan dan penyebaran berita palsu," katanya.

Selama satu hari penuh, perwakilan dari 13 kantor berita, termasuk ANTARA, berbagi pengalaman dalam mengatasi penyebaran berita palsu di negara masing-masing guna menciptakan iklim yang sehat bagi penyebaran informasi dan memenuhi hak publik akan akses terhadap informasi.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kantor Berita Vietnam, VNA, Nguyen Duc Loi, selaku tuan rumah, menegaskan kembali fungsi kantor berita untuk menyediakan sumber informasi bagi media dan pihak-pihak lain.

Ia mengatakan bahwa kantor berita anggota OANA juga telah menjalankan peran tidak hanya sebagai penyedia informasi namun juga memverifikasi informasi yang beredar.

"Upaya verifikasi informasi ini dilakukan untuk memenuhi misi kantor berita menghadirkan informasi yang akurat bagi media dan publik," katanya.

Perwakilan dari Kantor Berita Korea Selatan, Yonhap, Lee Dong-min, mengungkapkan bahwa penyebaran berita palsu adalah isu besar di negaranya.

Ia menjelaskan bahwa Yonhap telah menciptakan tim cek fakta pada pemilihan presiden 2017. Tugas utama tim tersebut, tambah dia, memilih tiga atau empat berita dalam satu pekan dan melakukan cek fakta berkedalaman terhadap informasi itu, terutama pernyataan dari tokih-tokoh berpengaruh.

Menurut dia, publik saat ini tidak hanya bergantung pada koran, kantor berita dan televisi untuk memperoleh informasi namun justru pada jejaring media sosial. Dan kurangnya institusi untuk memverifikasi informasi yang beredar di sosial media membuat berita palsu tidak terkendali.

Ia menyarankan agar kantor berita dapat mencari solusi bersama untuk mengatasi penyebaran berita palsu dan melakukan verifikasi dengan cepat.

Sementara itu, perwakilan dari Kantor Berita Jepang, Kyodo, dalam laporannya menyatakan telah membentuk "D-Watch team" pada 2012 untuk memantau berita yang beredar di berbagai laman dan sosial media. Tim yang bekerja antara pukul 09.00 pagi hingga 23.00 malam tersebut secara rutin melaporkan hasil pemantauannya pada Pusat Berita.

Selain melakukan pemantauan, Kyodo, juga menggunakan sistem Kecerdasan Buatan yang disebut “FASTALERT" untuk mendeteksi segera bencana, kecelakaan dan hal-hal penting lain dengan cara mengumpulkan data dari para saksi mata di media sosial.

Menurut Kyodo, pelaporan secara cepat dan akurat adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik.

Di era digital ketika dunia siber dibanjiri oleh beragam informasi yang tidak terverifikasi, maka salah satu peran penting dari media arus utama adalah melakukan cek fakta dan menyediakan informasi yang akurat bagi pembacanya.

OANA dibentuk di Bangkok, Thailand, pada 22 Desember 1961 atas inisiatif Badan PBB UNESCO. Saat ini OANA beranggotakan 44 kantor berita dari 35 negara.

Organisasi itu menggelar Sidang Majelis Umum setiap tiga tahun untuk memilih 13 anggota Dewan eksekutif. Pertemuan Dewan Eksekutif dilakukan secara rutin setiap tahun untuk berbagi pengalaman dan informasi terkait tren terbaru di bidang jurnalisme serta membahas langkah-langkah bersama untuk meningkatkan kualitas.

Sidang Majelis Umum OANA 2019 diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan, pada 6-9 November.

Pewarta: Gusti Nur Cahya Aryani
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2019