Jakarta (ANTARA) - Pengamat sektor pangan dan Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KPRP) Said Abdullah memaparkan, aspek produksi berbagai komoditas pangan bila ingin didorong oleh pemerintah maka harus diarahkan ke berbagai kebijakan yang sifatnya lebih berkelanjutan.

"Betul bahwa produksi beberapa komoditas meningkat namun masih fluktuatif juga," kata Said Abdullah kepada Antara di Jakarta, Senin.

Menurut Said, pada saat ini fluktuasi produksi pangan masih belum ajeg karena sejumlah faktor kunci dari proses produksinya juga masih belum cukup kuat untuk dibenahi.

Ia berpendapat bahwa selain faktor penguasaan lahan yang terhambat oleh proses alih fungsi di berbagai daerah, faktor kualitas lahan untuk saat ini juga menjadi pembatasnya.

"Aspek produksi belum diarahkan pada upaya produksi yang berkelanjutan. pendekatan pertanian kimiawi rasanya masih akan terus menjadi prioritas," katanya.

Padahal, ujar dia, untuk menjamin keberlanjutan, model pertanian berkelanjutan haruslah diterapkan agar produksi juga tidak fluktuatif ke depannya.

Sebelumnya, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto dalam sejumlah kesempatan telah menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan sejumlah terobosan untuk mencapai sasaran produksi pangan khususnya padi, jagung, dan kedelai.

Menurut Sumarjo Gatot Irianto, salah satu program yang akan dilakukan yakni pengembangan pola tanam tumpang sari padi, jagung, dan kedelai sistem tanam rapat. "Pertimbangan pola tumpang sari ini agar tidak terjadi persaingan penggunaaan lahan antara komoditas padi, jagung dan kedelai," katanya.

Ia berpendapat, selama ini jika harga padi bagus maka petani akan menanami lahannya dengan komoditas tersebut sepanjang tahun, sehingga jagung atau kedelai tak dikembangkan.

Begitu juga, lanjutnya, jika harga jagung sedang tinggi maka petani akan menanamnya selama satu tahun berturut-turut tanpa menyelinginya dengan kedelai.

"Selain terjadi persaingan lahan, pola tanam tanpa pergiliran tersebut rentan dengan serangan hama," kata Dirjen Tanaman Pangan Kementan.

Untuk itu, lanjutnya, pola tumpang sari yang akan dikembangkan yakni padi-jagung, padi-kedelai, jagung-kedelai.

Indonesia masih punya peluang untuk menggenjot produksi dengan pola tersebut sampai lima tahun ke depan sehingga dapat memitigasi alih fungsi lahan terutama akibat pembangunan infrastruktur.

Menurut dia, luas penanaman dengan pola tumpang sari sistem rapat tersebut yakni untuk padi-jagung sekitar 350 ribu hektare, padi-kedelai sebanyak 350 ribu hektare, dan jagung kedelai sekitar 350 ribu hektare.

Terobosan lain yang akan diterapkan dalam peningkatan produksi pangan yakni optimalisasi penanaman padi gogo tidak hanya di lahan kering, tapi juga memanfaatkan gogo sawah, gogo gunung, gogo rawa, padi rawa, dan padi pasang surut.

Baca juga: Solusi kerawanan pangan bisa dengan pengelolaan laut berkelanjutan

Baca juga: Asia Tenggara tingkatkan kesadaran tentang pertanian keluarga

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019