Sekitar 150 anak korban bencana yang telah dibina selama enam bulan
Palu (ANTARA) -  Nahdlatul Ulama Peduli  menutup kegiatan pendampingan sosialnya bagi korban bencana Sulawesi Tengah yang dijalankan melalui program Pondok Ramah Anak (PRA) dan menyerahkan pengelolaannya kepada desa/kelurahan setempat.

Penanggung jawab Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama  (LPBI-NU) Program Pondok Ramah Anak, Zuliati di Palu, Senin mengatakan sebanyak 10 PRA tersebut diserahkan pengelolaannya kepada desa/kelurahan di masing-masing daerah dengan bimbingan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) di daerah tersebut.

LPBI NU selama enam bulan yang didukung oleh ChildFund telah mendedikasikan potensinya untuk membantu korban gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Donggala dan Sigi, Sulteng melalui berbagai program penanggulangan sosial salah satunya PRA.

LPBI telah membentuk sebanyak 10 PRA di tiga kabupaten masing-masing di tiga desa di Kabupaten Sigi yakni Desa Sibalaya, Sambo dan Lolo.

Berikutnya lima titik di Kota Palu yakni Kelurahan Tipo, Dupa Indah, Tavanjuka, Petobo dan Panau, serta dua desa di Kabupaten Donggala yakni Limboro dan Lende.

PRA tersebut telah membimbing sebanyak 1.085 anak dari berbagai latar belakang kondisi sosial.

"Ada yang kehilangan kedua orang tuanya, ada yang hilang salah satu dari orang tuanya, ada juga yang hilang salah satu anggota keluarganya. Dan anak-anak yang mengalami trauma," kata Zuliati.

Di PRA tersebut anak-anak dipulihkan kondisi sosialnya melalui bantuan bimbingan relawan LPBI yang berpengalaman.

Selain itu kata Zuliati, PRA juga melibatkan orang tua korban dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) di masing-masing daerah.

Penutupan PRA tersebut berlangsung di Hutan Kota Palu oleh Wali Kota Palu Hidayat, Minggu, sekaligus meresmikan Bank Sampah Nusantara (BSN) yang dibangun LPBI NU di 14 desa dan kelurahan di Kota Palu, Donggala dan Sigi.

Hidayat berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada LPBI karena sudah membantu korban bencana alam khususnya kepada anak-anak sehingga kondisi psikologi mereka bisa kembali pulih.

Penutupan PRA dan peresmian Bank Sampah Nusantara tersebut sekaligus dirangkai dalam pesta rakyat dan pentas seni yang dihadiri sekitar 600 warga dan anak-anak dari tiga daerah bencana.

Sekitar 150 anak korban bencana yang telah dibina selama enam bulan tersebut, tampil ceria dan percaya diri dalam pentas seni di seremoni penutupan PRA tersebut.

Mereka tampil di panggung bergantian membawakan beragam kreativitas seni seperti tari klasik, tari melayu, tari tradisional, puisi, samrah, musikalisasi puisi, dan menyanyi.

Penutupan PRA tersebut juga dihadiri Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulteng, Ridwan Mumu. Ia mengapresiasi NU Peduli atas kerja-kerja kemanusiaan yang telah dilakukan untuk membantu masyarakat Sulawesi Tengah yang terdampak bencana.

Hadir juga Kepala Dinas P3A Provinsi Sulteng, Ihsan Basir. Ia menyampaikan apresiasi kepada NU Peduli yang telah mendampingi anak-anak untuk pulih dari  trauma akibat bencana yang terjadi 28 September 2018.

Ihsan juga menyampaikan mekanisme dukungan psikososial yang dilakukan NU Peduli menjadi regulasi, atau setidaknya menjadi SOP pendampingan psikososial untuk respon bencana. 


Baca juga: NU Peduli bangun huntara di daerah terdampak tsunami Selat Sunda
Baca juga: Pemerintah sediakan jaminan hidup korban bencana Sulteng Rp83 miliar


 

Pewarta: Adha Nadjemudin
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019