Waktu Jumat kemarin saya Jumatan dengan Prabowo, sambil bisik-bisik bilang manfaatkan mekanisme, timnya itu ngobrol sama saya sebelum naik ke atas masjid ngobrol, saya bilang manfaatkan mekanisme di MK semaksimal mungkin
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Prof Dr Jimly Asshiddiqie mengakui telah menyarankan pada tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi utnuk menggunakan mekanisme hukum di Mahkamah Konstitusi, dan bukan mengerahkan massa terkait hasil Pilpres 2019.

"Waktu Jumat kemarin saya Jumatan dengan Prabowo, sambil bisik-bisik bilang manfaatkan mekanisme, timnya itu ngobrol sama saya sebelum naik ke atas masjid ngobrol, saya bilang manfaatkan mekanisme di MK semaksimal mungkin," kata Jimly di gedung ICMI Center Jakarta Selatan, Senin.

Dia mengisahkan bahwa tim BPN mengkhawatirkan hasil di MK yang akan sama seperti tahun 2014 di mana gugatan tim Prabowo ditolak dan tetap mengesahkan Joko Widodo sebagai presiden.

Namun, Jimly berusaha meyakinkan pada tim BPN bahwa jangan menyamakan dengan kondisi seperti tahun 2014. Dia menegaskan jikalau bisa dibuktikan ada kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan masif sifatnya sangat bisa mengubah apa yang diputuskan oleh KPU.

"Jadi jangan dulu anggap sepele, usaha dulu. Ini bukan soal menang kalah, tapi kita mendidik rakyat menyelesaikan masalah di ruang sidang, tidak di jalanan," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi pertama tersebut.

Mengenai pernyataan Anggota Dewan Pengarah BPN Amien Rais yang akan menggunakan "people power" jika hasil Pilpres 2019 tidak sesuai harapan, menurut Jimly hal tersebut hanyalah ucapan di mulut saja.

"Dia hanya memberi peringatan semua pihak termasuk penyelenggara Pemilu untuk bersikap netral dan independen, bukan sungguh-sungguh mau menggerakkan 'people power', enggak. Dan memang sudah tidak zamannya lagi karena semuanya harus diselesaikan melalui proses mekanisme konstitusional yang ada," ucap Jimly.

Namun, Jimly juga mengatakan aparat keamanan yaitu polisi harus siap sedia untuk mencegah jika terjadi pengerahan massa yang turun ke jalan karena menolak keputusan KPU. Dia juga menyarankan agar aparat TNI tidak perlu terlibat dalam menjalankan operasional di lapangan.

Jimly mengapresiasi pernyataan Panglima TNI yang menyatakan bahwa tentara pun siap dalam mengamankan penyelenggaraan pemilu hingga usai untuk memberikan gestur psikologis.

"Tapi seandainya betul terjadi, itu urusan kepolisian, polisi udah siap, sangat siap saya lihat itu. Jadi kita jangan menganjurkan kepada siapa pun untuk menggunakan mekanisme di jalanan, sudah tidak saatnya lagi," tutur Jimly.

Seandainya pun ada gugatan di MK seperti 2014 lalu, dia membolehkan ada demonstrasi di depan Mahkamah Konstitusi asalkan tidak terlalu banyak dan berlebihan. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesan bahwa keputusan pengadilan dipengaruhi oleh massa.

"Kita cukup lah punya pengalaman sekali itu ya, pengadilan Ahok itu kan menimbulkan masalah. Sampai sekarang banyak orang tidak percaya pada putusan pengadilan itu, karena 'mob', seolah-olah 'mob' itulah yang menekan padahal kan tidak juga. Jadi jangan lagi menggunakan mobilisasi massa," kata dia.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019