Singapura (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Indonesia Mari Elka Pangestu mengatakan, ketidaksertaan Thailand dalam KTT ke-13 ASEAN-Korea Selatan tidak akan mengurangi makna perjanjian kerja sama di sektor jasa yang menjadi kesepakatan bersama. "Thailand tidak ikut menandatangani perjanjian karena masih keberatan terhadap Korea Selatan yang belum membuka pasar berasnya," kata Mari, di sela-sela penyelenggaraan KTT ASEAN ke-13, di Singapura, Rabu. ASEAN adalah perhimpunan Negara negara Asia Tenggara yang terdiri atas Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Kambodja, Filipina, Vietnam, Laos, dan Myanmar. Pada pertemuan itu, Korea Selatan menawarkan sebelas bidang jasa kepada mitranya, yaitu jasa bisnis, komputer, pengembangan dan riset, telekomunikasi, konstruksi, distribusi, pendidikan, lingkungan, keuangan, turisme dan perjalanan, serta transportasi. Menurut Mari, dalam hal ini bisa saja salah satu negara ASEAN tidak mengikuti perjanjian kerja sama bilateral dengan mitra-mitranya, karena itu merupakan hak setiap negara. "Namun bisa juga masuk kalau memang sudah siap. Daripada menunggu dia (Thailand) siap kan nantinya kerjasama tidak maju-maju," ujarnya. Dua dokumen yang ditandatangani dalam KTT tersebut yaitu "Agreement on Trade in Services under the Framework Agreement" (Perjanjian Perdagangan Jasa) dan Nota Kesepahaman (MoU) - Korea Centre. Menurutnya, Indonesia secara khusus menawarkan tiga bidang jasa yang mendorong minat Korea Selatan masuk ke Indonesia, yaitu "Professional Business" (bisnis profesional), jasa transportasi, dan jasa keuangan. Menurut Mari, fokus kerjasama di sektor jasa dengan Korea Selatan karena di sektor produksi Indonesia telah memiliki daya saing yang lebih bagus. Meski begitu, ujar Marie Pangestu, Indonesia harus lebih mengefisienkan sektor jasa-jasanya demi memperbaiki daya saing. Khusus Indonesia-Korea Selatan, kedua negara sepakat sepakat menggandakan nilai perdagangan dan investasi hingga mencapai 21 miliar dolar AS pada tahun 2012, meningkat dari tahun 2005 sebesar 5,7 miliar dolar AS dan tahun 2006 sekitar 10,7 miliar dolar AS. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007