Kerja sama yang kita lakukan sekarang tidak ada yang berbentuk kerja sama antarpemerintah, yang kita lakukan sekarang ini semua kerja sama antarbadan usaha, langsung pada proyek. Jadi peran pemerintah di sini hanya memfasilitasi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan proyek-proyek yang masuk dalam program Belt and Road Initiatives yang diinisiasi China menggunakan skema "Business to Business" (B to B).

"Kerja sama yang kita lakukan sekarang tidak ada yang berbentuk kerja sama antarpemerintah, yang kita lakukan sekarang ini semua kerja sama antarbadan usaha, langsung pada proyek. Jadi peran pemerintah di sini hanya memfasilitasi," jelasnya seperti dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Luhut menegaskan proyek-proyek tersebut murni dilakukan secara Business-to-Business, di mana pemerintah Indonesia dan China hanya memfasilitasi bertemunya masing-masing badan usaha dari kedua negara.

Luhut tiba di Beijing pada Rabu pagi untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) II Belt and Road Initiative atau Jalur Sutra Modern.

Menurut mantan Menko Polhukam itu, pemerintah tengah melakukan studi kelayakan (feasibility study) proyek dengan investor China untuk beberapa proyek yang akan ditawarkan dalam KTT Belt and Road Initiative ini.

Sesuai arahan Presiden agar pertumbuhan Indonesia bisa berada di 5,6 persen pada 2020, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberi insentif kepada perusahaan yang memproduksi barang ekspor dan investasi yang dapat mengurangi impor dan menciptakan lapangan kerja. 

Misalnya, menurut Luhut, saat ini ada beberapa perusahaan yang tertarik membangun industri mobil listrik di Indonesia, seperti Sokon. Perusahaan itu berminat memproduksi mobil listrik dalam bentuk taksi seperti yang sedang dikembangkan perusahaan Bluebird.

"Daripada kita impor, lebih baik mereka dirikan pabriknya di Indonesia 'join' (gabung) dengan China tentunya mereka harus melakukan alih teknologi," katanya.

Selain di bidang industri, ada pula kerja sama pendidikan vokasi yang akan membantu tenaga kerja Indonesia untuk dapat bersaing di era industri 4.0 sekarang ini.

"Akan ada 10.000 pelatihan vokasi yang diselenggarakan antara Jerman, Indonesia dan China. Jadi tidak hanya antara Indonesia dan China. Bentuk kerja samanya yaitu pelatihan ini menggunakan teknologi Jerman dan uangnya dari China," katanya.

Dengan kata lain, katanya, Indonesia menggunakan teknologi kelas satu dengan pendanaan yang relatif murah.

​​​​​​" Singapura juga tertarik ikut dalam kerja sama ini karena mereka sudah berpengalaman di bidang ini. Menteri Keuangan Jerman telah mengundang kami untuk membicarakan hal ini," kata Luhut.

Pada KTT ini, pemerintah juga ingin melakukan studi bagaimana China membangun peta jalan industri nya.

"Kami ingin mempelajari bagaimana mereka membangun peta jalan industri nya. Dalam hal ini Bappenas akan terlibat, agar kita tidak mengulangi kesalahan negara lain dalam membangun industrinya. Industri ini kan berkembang pesat, sekarang sudah memasuki era 4.0 jadi kita lakukan ini agar kita sudah memiliki acuan sehingga tidak ada kekeliruan," ujar Menko Luhut.

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019