Salah satu kendala yang dihadapi adalah lambatnya proses verifikasi
Jakarta (ANTARA) - Program redistribusi lahan pelepasan kawasan hutan bagi masyarakat, yang merupakan salah satu program andalan pemerintahan Presiden Joko Widodo, dinilai terhambat dan sulit mencapai target sehingga proses verifikasi harus segera dipercepat.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Muhammad Diheim Biru di Jakarta, Kamis, mengingatkan bahwa dari target seluas 4,1 juta hektar yang dicanangkan pemerintah, penerbitan sertifikat atas lahan ini baru mencapai lahan seluas 0,15 juta hektare.

"Salah satu kendala yang dihadapi adalah lambatnya proses verifikasi," kata Muhammad Diheim Biru.

Menurut dia, proses verifikasi berjalan relatif lambat karena adanya ketidakharmonisan antara regulasi daerah dengan regulasi pusat.

Secara umum, ujar dia, reforma agraria seharusnya tidak dipersulit dengan berbagai proses verifikasi yang menghabiskan banyak waktu sehingga menghambat konsolidasi dan redistribusi tanah kepada masyarakat tani yang membutuhkan.

"Regulasi yang menghambat ini disebabkan karena perlunya banyak persetujuan secara prosedural antara pemerintahan daerah dengan pusat, yang seharusnya perlu dibenahi di tiap provinsi untuk mempercepat proses," ucapnya.

Diheim menambahkan, UU nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional menyatakan harus adanya penyempurnaan sistem hukum pertanahan melalui inventarisasi perundang-undangan pertanahan.

Selain itu, ujar dia, penyempurnaan sistem hukum pertanahan dilakukan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat.

Penyempurnaan sistem ini, lanjut Diheim, seharusnya sudah dilakukan sebelum implementasi suatu program dimulai, serta harus diutamakan dalam perencanaan ke depan karena data luas lahan bisa saja belum diperbaharui, data luas lahan bisa saja berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan.

"Kalau perubahan status lahan itu disebabkan oleh deforestasi ilegal yang tidak terpantau, maka dapat menyebabkan peningkatan emisi karbon yang menimbulkan kerugian ekologis secara ekonomi dan sosial, dimana Indonesia sendiri termasuk dua puluh negara pengemisi karbon terbesar di dunia karena deforestasi dan pembukaan lahan," pungkasnya.

Baca juga: Pemerintah bahas format pembagian lahan redistribusi aset
Baca juga: Presiden terpilih harus pertahankan agenda hutan rakyat

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2019