Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara penetapan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman (BBD) sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap terkait dengan pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Kota Tasikmalaya pada tahun anggaran 2018.

"Sekitar awal 2017, BBD diduga bertemu dengan Yaya Purnomo untuk membahas alokasi DAK Kota Tasikmalaya. Dalam pertemuan itu, Yaya diduga menawarkan bantuan untuk pengurusan alokasi DAK dan BBD bersedia memberikan fee jika Yaya membantunya mendapatkan alokasi DAK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat jumpa pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat.

Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Selanjutnya, kata Febri, pada bulan Mei 2017, Budi mengajukan usulan DAK untuk Kota Tasikmalaya TA 2018 kepada Kementerian Keuangan. Beberapa bidang yang diajukan dalam usulan tersebut adalah jalan, irigasi, dan rumah sakit rujukan.

"Pada tanggal 21 Juli 2017, BBD kembali bertemu Yaya Purnomo di Kementerian Keuangan. Dalam pertemuan tersebut, BBD diduga memberi Rp200 juta kepada Yaya Purnomo," ungkap Febri.

Pada bulan Oktober 2017, dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2018, Kota Tasikmalaya diputuskan mendapat alokasi DAK sebesar Rp124,38 miliar.

"Pada tanggal 3 April 2018, BBD kembali memberikan uang Rp200 juta kepada Yaya Purnomo. Pemberian tersebut diduga masih terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya TA 2018," ujar Febri.

Budi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019