"Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus kembali ke serat kapas. Di sisi lain kita juga harus mulai terbuka bahwa kebutuhan kapas dalam negeri hanya dipenuhi oleh produsen kapas dunia," katanya.
Solo (ANTARA) -
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah mengembangkan pertanian kapas untuk mengoptimalkan industri tekstil dalam negeri.

"Kondisi saat ini kebutuhan serat kita bisa dipenuhi dari dua hal, yaitu serat buatan dan alam. Kalau serat yang paling murah itu kapas," kata Wakil Ketua API Jawa Tengah Lilik Setiawan di Solo, Jumat.

Ia mengatakan bahwa serat alam jenis lain yang bisa digunakan di antaranya serat bambu dan serat nanas. Meski demikian, dua jenis serat tersebut masih jarang digunakan karena membutuhkan biaya produksi yang tinggi.

"Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus kembali ke serat kapas. Di sisi lain kita juga harus mulai terbuka bahwa kebutuhan kapas dalam negeri hanya dipenuhi oleh produsen kapas dunia," katanya.

Ia mengatakan beberapa negara asing yang menjadi produsen besar kapas di antaranya Amerika Serikat, Australia, Banglades, Pakistan, India, dan Tiongkok.

"Lainnya kecil-kecil. Kita sebagai negara yang menghasilkan devisa ekspor, yaitu migas dan nonmigas dari tekstil dan produk tekstil harus mulai memikirkan kondisi ini," katanya.

Apalagi, dikatakannya, saat ini 100 persen kebutuhan bahan baku tekstil dalam negeri masih dipenuhi secara impor.

Terkait hal itu, dikatakannya, sebetulnya kapas bisa dikembangkan di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan.

"Kepulauan Selayar ini jaraknya sekitar 35 menit dari Makassar dengan menggunakan pesawat terbang," katanya.

Ia mengatakan di tanah yang berkontur naik turun dan berbatu, ternyata tanaman kapas bisa tumbuh dengan baik.

"Meski demikian, masalahnya adalah tidak ada campur tangan dari pemerintah dalam pengembangannya, hingga akhirnya ditinggalkan. Padahal kapas di sana merupakan 'one of the best', bahkan dulu pernah digunakan untuk seragam pasukan Belanda," katanya.

Melihat potensi tersebut, ia berharap pemerintah bisa segera mengelolanya secara optimal mengingat Indonesia memiliki dua keunggulan, yaitu tanah yang masih luas dan tarif tenaga kerja yang masih terjangkau.

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019