Jember (ANTARA) - Peneliti gajah sumatera dari Universitas Lampung Priyambodo berbagi ilmu kepada peneliti Universitas Jember (Unej) untuk konservasi banteng di Taman Nasional Baluran, karena permasalahan yang dihadapi keduanya tidak jauh berbeda.

"Kami undang peneliti gajah sumatera untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam pelaksanaan konservasi gajah yang sudah dilakukan, sehingga bisa diaplikasikan dalam konservasi banteng di Taman Nasional Baluran," kata peneliti Kelompok Riset Banteng dan Laboratorium Konservasi Hayati CDAST yang juga Wakil Rektor II Unej di Jember, Jumat.

Kelompok Riset Konservasi Banteng dan Laboratorium Konservasi Hayati CDAST, serta Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unej menggelar kuliah umum bertema "Konservasi Gajah Sumatera : Kebijakan, Permasalahan, dan Tantangannya" yang digelar di aula lantai 3 Gedung Rektorat Unej.

Ia menjelaskan Universitas Lampung memiliki kepedulian terhadap gajah, maka Universitas Jember ingin berkontribusi terhadap pelestarian banteng di Taman Nasional Baluran.

"Kami juga merencanakan berbagai program dalam rangka melestarikan banteng di kawasan Besuki Raya khususnya yang ada di Taman Nasional Baluran di wilayah Situbondo-Banyuwangi," tuturnya.

Sementara peneliti gajah Priyambodo mengatakan salah satu usaha yang dilakukan dalam konservasi gajah di Lampung adalah meneliti genetika gajah dalam rangka mengatasi berkurangnya populasi gajah.

"Kami meneliti genetika gajah yang ada di Taman Nasional Way Kambas, sehingga menghasilkan peta genetika gajah. Berdasarkan ini kami dapat memilih dan menjodohkan gajah tertentu agar menghasilkan keturunan gajah yang unggul," katanya.

Selain itu, pihaknya juga menjalankan program translokasi gajah untuk menghindari bentrok antara penduduk dengan kawanan gajah, serta gerakan penghutanan kembali agar gajah tidak susah mencari makan.

Peneliti Unej Nur Widodo mengatakan usaha untuk melaksanakan konservasi hewan yang dilindungi seperti gajah dan banteng di Indonesia menghadapi permasalahan yang mirip, di antaranya hilangnya habitat asli hewan, munculnya tindak pidana perdagangan ilegal bagian tubuh binatang seperti gading gajah atau tanduk banteng.

"Selain itu, bentrok kepentingan antara manusia dan hewan, berkurangnya populasi hewan, turunnya daya reproduksi hewan serta permasalahan non teknis seperti perizinan dan birokrasi," ujarnya.

Ia mengatakan program yang digagas yakni perkawinan antara banteng jantan Baluran dengan sapi Bali betina dengan metode inseminasi buatan, sehingga dari penelitian genetika yang ada, sapi Bali memiliki gen yang paling mirip dengan banteng.

"Dengan program itu, maka diharapkan menghasilkan keturunan betina yang akan dikawinkan lagi dengan banteng jantan Baluran, hingga akhirnya menghasilkan keturunan yang gen-nya adalah gen banteng," katanya.

Ia menjelaskan ada dua keuntungan dengan metode tersebut yakni keturunan banteng akan dilepas ke Taman Nasional Baluran dan keturunan sapi Bali akan menjadi sapi unggul.

"Kami juga memiliki program jangka panjang menghasilkan bibit unggul Sapi Unej. Bibit sapi unggul itu adalah hasil persilangan sapi jenis Belgian Blue, sapi jenis Limusin dan sapi jenis Wagyu," ujarnya.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019