Brasilia (ANTARA) - Ribuan orang yang mewakili lebih 300 suku adat berunjuk rasa mendatangi kantor-kantor pemerintah di Brasilia pada Jumat untuk memprotes kebijakan-kebijakan Presiden Jair Bolsonaro yang mengancam lahan-lahan reservasi mereka.

Dengan mengecat tubuh dan penutup kepala terbuat dari bulu-bulu burung Amazon berwarna-warni, mereka mengayunkan busur dan anak panah dan memukul-mukul drum sambil meneriakkan lagu-lagu perlawanan. Aksi itu terjadi pada akhir pawai tiga-hari di ibu kota Brazil itu dan menyerukan pembebasan lahan.

"Keluarga kami dalam keadaan bahaya, anak-anak kami berada di bawah ancaman, orang-orang kami diserang. Atas nama apa yang mereka katakan kemajuan ekonomi mereka ingin membunuh orang-orang kami," kata David Karal Popygua, seorang anggota suku adat Guarani Mbya dari Negara Bagian Sao Paulo.

Bolsonaro, seorang kapten yang berubah jadi politisi, terpilih sebagai presiden pada Oktober dengan dukungan dari sektor pertanian yang telah mendorong bagi akses kepada lahan-lahan dan kendali lingkungan hidup yang sedikit. Mereka juga menginginkannya untuk mengendurkan undang-undang kepemilikan senjata.

Salah satu langkah pertamanya setelah naik ke tampuk kekuasaan pada 1 Januari ialah membubarkan FUNAI, badan yang mengurusi suku adat, menangani keputusan-keputusan damarkasi reservasi kepada Kementerian Pertanian yang dikendalikan oleh kepentingan perladangan.

"Memalukan bagi negara yang punya pemerintahan yang tidak memahami perjuangan orang-orang dari suku adat dan tak punya pengetahuan mengenai semua populasi suku asli," kata Daran, kepala suku Tupi Guarani.

Brazil memiliki lebih 850.000 orang suku asli yang jumlahnya kurang dari satu  persen dari penduduknya. Mereka tinggal di kawasan-kawasan reservasi yang seluas sekitar 13 persen dari wilayah negara itu.

Pemerintah tidak segera memberikan komentar mengenai protes-protes tersebut.

Baca juga: Suku Asli Masih Jadi Korban Pelecehan di Brazil
Baca juga: Ditemukan Suku Terasing di Amazon
Baca juga: Suku Indian Brazil Sandera 100 Pekerja


Sumber: Reuters

Penerjemah: Mohamad Anthoni
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019