Tujuan program kerja ini dilakukan agar pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah lebih mudah
Jakarta (ANTARA) - Konon katanya, yang kekal di dunia ini hanya satu. Tatkala semua mati, ia tak binasa. Saat yang lain punah, ia akan selalu ada. Ia adalah perubahan.

Perubahan merupakan suatu hal yang pasti. Kehadirannya mengharuskan siapapun beradaptasi. Bagi yang enggan menyesuaikan diri, siap-siap ditinggal lari.

Tak hanya manusia sebagai individu, suatu lembaga atau instansi pun dituntut berbenah dan terus mampu mengikuti perkembangan zaman sehingga tetap dapat menjalankan perannya dengan sebaik mungkin.

Sejak didirikan lebih dari dua dekade lalu, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga mau tak mau musti bisa mengimbangi perkembangan transaksi di pasar modal domestik dari waktu ke waktu. Apalagi, ditengah era serba digital saat ini.

Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, KSEI mendapatkan izin dari otoritas pengawas pasar modal untuk menjalankan fungsi sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) yang menyediakan layanan jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi efek yang teratur, wajar, dan efisien.

Definisi kustodian dalam undang-undang yaitu pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

Yang mencakup efek sendiri antara lain surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

Secara lebih sederhana, KSEI menjadi kustodian sentral bagi bank kustodian, perusahaan efek, dan emiten. Saat ini ada 23 bank kustodian, 124 perusahaan efek, dan 1.180 emiten yang memakai jasa KSEI.

Pada awal Agustus 2018 lalu, KSEI akhirnya meluncurkan sistem penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek terbarunya yaitu The Central Depository and Book Entry Settlement System Next Generation atau disingkat C-BEST Next-G. Sistem anyar ini menggantikan C-BEST yang sudah digunakan selama 18 tahun.

Kehadiran C-BEST Next-G merupakan upaya KSEI dalam mendukung perkembangan pasar modal Indonesia terutama dari sisi peningkatan jumlah investor dan peningkatan jumlah penyelesaian transaksi.

Sistem yang mulai dikembangkan pada Januari 2013 tersebut, menyusul sistem perdagangan Jakarta Automated Trading System (JATS) Next-G milik Bursa Efek Indonesia dan E-Clears-nya Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang telah diimplementasikan beberapa waktu sebelumnya. Dengan sistem dari ketiga organisasi regulator mandiri itu, infrastruktur di pasar modal Indonesia diklaim dapat diandalkan.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Octavianus Budiyanto kepada Antara mengatakan, sekitar delapan bulan sejak diluncurkan, sistem C-BEST Next-G memang diakui dapat meningkatkan jumlah penyelesaian transaksi di pasar modal.

"Yang sekarang sudah dipakai terasa ya. Saya rasa fitur-fitur yang sekarang sebagai proses "settlement" juga cukup bagus. Kecepatannya enam kali dari sebelumnya," ujar Octavianus.

C-BEST Next-G memang disebut dapat menyelesaikan transaksi dari sebelumnya 3.000 penyelesaian transaksi menjadi sekitar 20.000 penyelesaian transaksi per menitnya dan menangani hingga tiga juta investor. Sistem baru ini juga siap untuk penyimpanan tipe efek baru, seperti surat utang perpetual dan sub rekening khusus syariah. Direktur Utama Kresna Sekuritas itu menambahkan, sistem baru ini secara tidak langsung juga akan menarik dan meningkatkan kepercayaan investor.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menilai, pertumbuhan pasar modal Indonesia yang sudah sedemikian cepat, tentunya tidak akan berkesinambungan jika tidak diimbangi dengan ketersediaan infrastruktur pendukung yang memadai baik dari sisi perdagangan, kliring, maupun penyelesaian transaksi efek. Infrastruktur yang disiapkan perlu mengadopsi teknologi yang paling mutakhir, serta standar yang berlaku Internasional, sehingga memungkinkan pengembangannya dilakukan secara berkelanjutan, dalam rangka mengantisipasi perkembangan pasar yang bergerak semakin cepat.

"Dengan melihat perkembangan transaksi di pasar modal kita yang sudah sangat cepat, serta perkembangan sistem dan teknologi yang sudah semakin maju, maka pengembangan berkelanjutan atas sistem C-BEST menjadi sangat diperlukan. Apalagi, melihat peran KSEI saat ini yang berkembang semakin luas, tidak hanya melakukan penatausahaan dan penyelesaian untuk instrumen pasar modal, namun juga instrumen lain di pasar uang," kata Hoesen.

Gaet investor milenial

Jumlah investor di pasar modal hingga akhir Maret 2019 tercatat mencapai sekitar 1,7 juta investor, meningkat empat kali lipat dibandingkan akhir 2015 yang mencapai 434 ribu investor. Sementara itu, secara demografi, hampir 40 persen dari total investor atau sekitar 680 ribu investor, didominasi oleh investor berusia 21-30 tahun atau bisa disebut kaum milenial.

Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan, pada 2019, penduduk berusia 20-34 tahun akan mencapai 63,7 juta atau 23,77 persen dari total populasi Indonesia yang akhir tahun ini diprediksi mencapai 268 juta jiwa. Dengan kata lain, hampir seperempat penduduk Indonesia adalah kaum milenial.

Kaum milenial ialah kaum yang umumnya melek teknologi. Teknologi sendiri membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah dan juga lebih efisien. Mencermati hal ini, sebulan yang lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun meluncurkan program simplifikasi pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah (RDN) secara elektronik. Intinya, program ini mempermudah masyarakat untuk bisa membuka rekening efek dan rekening dana nasabah secara 'online'.

KSEI mencatat, untuk proyek percontohan, diikuti oleh 16 perusahaan efek dan lima bank RDN atau bank yang menjadi partner dari palang saham tempat dimana investor menjadi nasabah.

Direktur Utama KSEI Friderica Widyasari Dewi mengatakan, inisiatif simplifikasi pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah sejalan dengan arah pengembangan sektor jasa keuangan Indonesia yang tercantum dalam Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia Tahun 2015-2019.

"Tujuan program kerja ini dilakukan agar pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah lebih mudah, cepat dan menjangkau lokasi yang lebih luas, sehingga investor dapat segera melakukan transaksi di pasar modal," ujar Kiki, panggilan akrabnya.

Berdasarkan data KSEI, investor di Indonesia memang masih terpusat di pulau Jawa sebanyak 73,57 persen dengan total nilai aset mencapai 96 persen. Investor terbanyak kedua ada di pulau Sumatera sebanyak 14 persen. KSEI berharap simplifikasi pembukaan rekening investasi juga dapat membuat penyebaran investor semakin merata hingga ke seluruh daerah di Indonesia.

Baca juga: KSEI dorong pemilik saham fisik konversi jadi digital
Baca juga: KSEI gandeng Disdukcapil pemanfaatan KTP-El

Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019