Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla berharap Ijtima Ulama III berpedoman pada ajaran Islam dan menyampingkan kepentingan politik.

"Saya harapkan ijtima itu betul-betul berdasarkan pedoman atau aturan dan hadisnya. Jadi, ada dasar hukumnya yang benar, jangan dasarnya politis. Akan tetapi, betul-betul dasarnya aturan, hadis," kata Wapres JK kepada wartawan di Istana Wapres Jakarta, Selasa.

JK mengatakan bahwa tema pembahasan dalam ijtima ulama biasanya tergantung pada kelompok mana ulama yang diundang dalam pertemuan tersebut sehingga belum diketahui pasti apa yang menjadi pokok pembahasannya.

"Ijtima itu juga kadang-kadang tergantung pada siapa yang hadir. Kalau yang hadir ada kelompok tertentu, tentu isinya lain dengan kalau ulama NU atau Muhammadiyah. Jadi, tergantung pada masing-masing kepercayaan," katanya.

Ijtima Ulama III akan digelar pada hari Rabu (1/5) di Hotel Lor In Sentul, Bogor, Jawa Barat, yang bertujuan untuk membahas mengenai dugaan kecurangan dalam rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2019 hingga merugikan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI P0rabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Sebelumnya, ijtima ulama I dan II diselenggarakan sebelum pelaksanaan Pemilu 2019,  saat itu memberikan dukungan kepada Pasangan Calon Nomor Urut 02.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko mengatakan bahwa temuan terkait dengan dugaan kecurangan pemilu sebaiknya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bukan melalui mekanisme ijtima ulama.

"Kalaupun ada kekurangan-kekurangan yang dilakukan atau tidak sengaja dilakukan oleh KPU karena dengan segala keterbatasannya, selesaikan saja dengan cara-cara yang konstitusional, bukan dengan ijtima," kata Moeldoko ditemui di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (26/4).

Moeldoko juga meminta seluruh pendukung masing-masing paslon dan masyarakat untuk bersabar menunggu hasil penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ia juga meminta seluruh pihak untuk tidak menciptakan suasana yang membuat situasi di tengah masyarakat menjadi panas dan berpotensi merugikan bangsa.

"Tidak boleh menjustifikasi sebuah persoalan yang belum tuntas," ujar Moeldoko. ***2***

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019