Brisbane (ANTARA News) - Para nelayan Indonesia yang ditahan otoritas Australia di pusat penahanan (detention center) Darwin, Northern Territory (NT), tetap dapat menjalankan ibadah agamanya, bagi mereka yang beragama Islam, setiap Jumat mendirikan shalat Jumat berjamaah di Mesjid "Islam Center" Darwin. "Alhamdulillah, berkat pendekatan dan kerja sama Konsulat RI Darwin dengan otoritas detention center yang berjalan baik selama ini memungkinkan para nelayan kita yang Muslim tetap diizinkan shalat Jumat berjamaah di mesjid," kata Sekretaris I/ Pensosbud Konsulat RI Darwin, Buchari Hasnil Bakar, Kamis. Mereka mendapat fasilitas pengantaran dan penjemputan setiap kali shalat Jumat dari para petugas pusat penahanan. Bahkan pada Idul Fitri 1428 Hijriah lalu, para nelayan Indonesia itu diizinkan untuk melaksanakan shalat Id berjamaah dengan masyarakat Muslim lainnya, katanya. "Kita pun mengunjungi mereka untuk merayakan Idul Fitri. Kunjungan yang sama pun akan kita lakukan pada saat perayaan natal dan tahun baru tiba," kata Buchari Hasnil Bakar. Ia mengatakan, setiap kali ada informasi tentang penangkapan terhadap para nelayan Indonesia oleh kapal-kapal patroli Australia, KRI Darwin secara langsung menghubungi otoritas Australia dan mengunjungi detention center yang menjadi tempat penampungan para nelayan itu. "Kunjungan kita itu merupakan bagian dari komunikasi langsung untuk mengetahui masalah-masalah mereka serta memproses Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi para anak buah kapal (ABK) yang akan pulang," katanya. Konsul RI di Darwin, Harbangan Napitupulu, memberikan prioritas tinggi dalam penanganan masalah nelayan Indonesia yang ditahan ini karena hal itu merupakan bagian dari perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri. Sejauh ini terdapat 201 orang nelayan Indonesia yang ditahan aparat Australia di pusat penahanan Darwin dengan tuduhan melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan utara negara itu, katanya. "Sesuai dengan catatan KRI Darwin hingga 28 November 2007, jumlah nelayan kita yang sudah ditahan di detention center Darwin mencapai 129 orang. Jumlah itu dipastikan meningkat menjadi 201 orang dengan datangnya 72 awak dari delapan kapal yang beberapa hari ini ditangkap kapal patroli Australia," katanya. Kepada ANTARA News yang menghubunginya dari Brisbane, Buchari mengatakan, para nelayan itu ditahan dengan tuduhan penangkapan teripang, hewan laut yang dilindungi di Australia, karena ditemukan 1,1 ton teripang, peralatan selam dan alat tangkap teripang di atas perahu-perahu mereka. Namun dari 72 orang yang terakhir ditangkap pihak Australia itu, pihaknya tidak mendapatkan informasi tentang adanya anak-anak di antara mereka. Bagi para nelayan yang harus menjalani proses hukum, KRI Darwin telah memiliki kerja sama yang baik dengan lembaga bantuan hukum (LBH) Australia di Darwin untuk memastikan para nelayan Indonesia mendapat bantuan hukum yang baik di pengadilan, katanya. Sebelumnya, kantor bea cukai Australia (ACS) menyebutkan, dalam empat hari terakhir ini, dua kapal patroli ACS yakni "Triton dan Arnhem Bay" telah menangkap 118 nelayan Indonesia dari 12 kapal yang memasuki melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan utara Australia. Aksi penangkapan itu didukung pesawat survelensi "Coastwatch Dash 8" yang ditugaskan kantor Komando Perlindungan Perbatasan (BPC). Pemerintah Australia menggelontorkan dana 603 juta dolar Australia untuk menangani pencurian ikan di perairannya. Upaya itu telah membantu menurunkan jumlah kasus pencurian ikan di perairan utara negara itu hingga 90 persen. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007