Ada banyak anak-anak yang segera butuh pertolongan
Palu (ANTARA) - Kondisi Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigit, dan Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah belum pulih total pascagempa bumi, likuefaksi, dan tsunami pada 28 September 2018.

Akan tetapi, Kabupaten Sigi terasa kembali berduka karena hujan deras pada pekan lalu menimbulkan banjir bandang di beberapa desa, antara lain Desa Bangga, Beda Balongga, dan Walatana di Kecamatan Dolo Selatan serta Desa Tuva di Kecamatan Gumbasa.

Banjir bandang itu selain dipahami sebagai sebagai bencana alam, secara tersirat juga dimaknai sebagai ujian dari Sang Pencipta kepada hambanya.

Ujian dari Tuhan kepada manusia dapat melalui berbagai bentuk, dengan tujuan mengukur keimanan, kesalehan, ketakwaan sang hamba kepada Sang Pencipta, yang berujung pada peningkatan derajat kehidupan setiap orang.

Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu Sagaf S. Pettalongi menilai banjir bandang yang menimpa beberapa desa di Kabupaten Sigi, merupakan ujian dari Tuhan untuk hamba-Nya yang ingin naik derajat.

"Ada berbagai macam cara Tuhan untuk menaikkan derajat hamba-Nya. Bencana banjir bandang bisa jadi, menjadi salah satu cara Tuhan untuk mengangkat derajat masyarakat Sigi, khususnya di Dolo Selatan dan Kecamatan Gumbasa," ucapnya.

Tidak semua manusia, disebut dia, bisa naik derajat kehidupannya. Namun, hanya orang-orang tertentu, di mana tentang hal tersebut, hanya Tuhan yang lebih mengetahui.

Ia mengutip Ayat 186 Surah Al-Imran yang berbunyi, "Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu", dan ayat yang berbunyi, "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan". (QS. Al-Anbiya: 35).

"Karena itu, apa yang sedang dihadapi oleh sebagian masyarakat di Kecamatan Dolo Selatan dan Gumbasa merupakan ujian, cobaan. Tuhan sayang masyarakat di wilayah tersebut," ujar dia.

Sagaf Pettalongi yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Tengah itu, juga mengingatkan kepada korban bencana itu untuk tetap tabah, berpasrah, dan tidak boleh rapuh, sebab di balik kesulitan dan kesusahan akan ada kemudahan.

Pernyataan ini sejalan dengan bunyi ayat, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan". (QS. Alam Nasyroh ayat 5). Ayat itu diulangi pada ayat 6 surah tersebut, "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan".

Mereka yang menjadi korban banjir bandang di daerah itu tidak boleh berlama-lama larut dalam kesedihan, namun harus yakin bahwa di balik kesulitan akan ada balasan untuk menaikkan derajat kehidupannya.

"Segala sesuatu adalah milik Tuhan, maka bagi Tuhan mudah untuk ia ambil dan mudah untuk ia gantikan. Karena itu, bersabarlah, terima dengan ikhlas apa yang terjadi. Ingat bahwa ada kemudahan di balik kesulitan," katanya.

Mereka diajak untuk bangkit, tidak berlama-lama larut dalam kesedihan, dan selalu bersemangat dalam menjalani kehidupan.

                        Evakuasi Korban
Dalam penanganan bencana tersebut, Pemerintah Kabupaten Sigi mengevakuasi sekitar 500 warganya yang terdampak banjir bandang di dua desa di Kecamatan Dolo Selatan, Senin (29/4).

Mereka dievakuasi ke suatu lapangan yang relatif lebih aman dari lokasi bencana.

"Tadi malam kita sudah bergerak mengevakuasi warga ke titik yang aman, karena dua desa di Dolo Selatan ini tidak ada lagi tempat yang aman," kata Bupati Sigi Irwan Lapatta setelah meninjau sejumlah titik banjir di daerah setempat.

Di Dolo Selatan terdapat tiga desa terdampak banjir, yakni Desa Bangga, Walatana dan Balongga. Desa Bangga dan Walatana sebagai lokasi paling parah terdampak bencana itu.

Dalam evakuasi itu, pemda setempat dibantu sekitar 300 personel TNI dan Polri. Mereka yang diungsikan, terdiri atas para orang tua hingga anak-anak dan balita.

Pemerintah telah membangun posko penanggulangan bencana dan dapur umum karena sebagian besar warga, sejak Minggu (28/4) malam hingga kini belum mendapatkan makanan secara memadai.

"Ada banyak anak-anak yang segera butuh pertolongan," katanya.

Selain menanggulangi bencana alam itu secara darurat, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Tengah untuk segera menurunkan alat berat guna menormalisasi sumber air dan membersihkan rumah warga yang terdampak bencana.

Selain di Dolo Selatan, banjir juga menghantam tiga desa di Kecamatan Gumbasa, yakni Omu, Tuva, dan Salua.

Pascabanjir bandang, Desa Tuva dan Salua masih sulit dijangkau karena akses jalan terputus, terhalang material kayu dan lumpur.

Oleh karena itu, pemkab setempat dibantu pemprov akan segera menurunkan alat berat untuk membuka akses jalan menuju dua desa tersebut.

Hingga kini, belum ada korban meninggal dunia dalam bencana itu. Namun, satu orang dinyatakan hilang sejak Minggu (28/4) malam.

Evakuasi terhadap isi rumah dan harta benda milik korban terdampak banjir di Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, belum dilakukan.

Pantauan Antara, di sebagian Dusun Tiga, rumah-rumah warga di Dusun Empat dan Lima, Desa Bangga, evakuasi terhadap barang berharga milik warga belum dapat dilakukan.

Rumah-rumah warga di dusun-dusun tersebut, utamanya Dusun Empat dan Lima, tertimbun lumpur. Yang tampak hanya atap dari setiap rumah warga.

"Belum bisa diambil, tapi sebelumnya sudah diselamatkan sebagian yang bisa di evakuasi. Saat banjir datang, kami lari menyelamatkan diri dengan pakaian di badan," ucap Gasim, salah seorang korban terdampak banjir di Dusun Empat, Desa Bangga.

Rumah Gasim tertimbun lumpur. Sebelum terjadi banjir bandang, kurang lebih pukul 19.30 Wita, air dari arah gunung telah masuk kampung dan wilayah itu pada Sabtu (27/4), pukul 20.00 Wita.

Mengetahui adanya ancaman bencana, ia bergegas mengungsikan keluarga dan sebagian isi rumah ke Padena di Dusun Tiga.

Pada Minggu (28/4), setelah maghrib, air dan lumpur serta material lainnya menerjang. Ia menyebut banjir bandang itu sebagai peristiwa besar.

Saat banjir bandang menerjang secara tiba-tiba, warga berlarian, berhamburan menyelamatkan diri masing-masing. Aliran listrik ke daerah itu padam sehingga keadaan menjadi makin gelap.

"Panik, tidak ada lagi yang saling hiraukan saat banjir bandang. Masing-masing urus diri," kata dia.

                          Layanan Kesehatan
Pemerintah Kabupaten Sigi menyiapkan tenaga medis, yakni dokter, bidan, dan perawat dari puskesmas-puskesmas yang tidak terdampak bencana, untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada warga di desa-desa yang terdampak banjir tersebut.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi Roland menyatakan pihaknya tengah menyusun jumlah dan jadwal tenaga medis terkait dengan penanganan kesehatan warga terdampak bencana.

Saat ini, Dinas Kesehatan setempat telah membangun satu posko kesehatan di Dusun Tiga, Desa Walatana.

Pada Senin (29/4) pagi, pihaknya telah mengerahkan personel Puskesmas Baluase dibantu petugas Puskesmas Kaleke dan Puskesmas Nokilalaki untuk pelayanan kesehatan kepada mereka.

Seluruh petugas kesehatan Puskesmas Baluase secara bergantian melayani korban banjir melalui posko kesehatan tersebut. Mereka juga dibantu relawan dari  puskesmas di luar Kecamatan Dolo Selatan.

Untuk pelayanan kesehatan korban banjir di Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, pemkab telah membuka posko di depan Puskesmas Pembantu Desa Tuva.

Posko-posko kesehatan itu juga dilengkapi dengan berbagai obat-obatan melalui kendaraan farmasi.

"Untuk sementara stok obat masih cukup, tapi diperkirakan mulai Selasa besok akan meningkat jumlah orang sakit pascabencana banjir," kata dia.

Para relawan dan pegiat lembaga swadaya masyarakat berdatangan di desa-desa atau wilayah terdampak bencana banjir untuk melakukan aksi kemanusiaan.

Tim kesehatan relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyatakan korban banjir di Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan mulai menderita berbagai penyakit, antara lain gatal-gatal, batuk, demam, dan hipertensi.

"Saat survei ke tenda-tenda pengungsian, anak-anak, dan orang tua mulai menderita penyakit gatal-gatal," ucap salah seorang anggota tim kesehatan/media relawan ACT, Jihan Pratiwi, di Desa Bangga.

Anak-anak terdampak banjir juga mulai batuk-batuk dan demam, sedangkan orang tua, yakni para bapak dan ibu, di tenda pengungsian, mulai menderita gatal-gatal.

Ada juga orang-orang tua yang mulai hipertensi karena beban pikiran terkait dengan bencana itu.

"Banyak pikiran dan tekanan darah sudah mulai naik. Untuk ibu-ibunya banyak butuh obat salep untuk penyakit gatal-gatal," katanya.

Pihak ACT menyebut bahwa warga menderita gatal-gatal karena mandi di sungai yang airnya kotor.

"Mereka mandi di sungai karena tidak ada air bersih, tidak ada penampungan air. Mereka juga mengonsumsi mi instan dan telur serta ikan asing, tadi keluhan ibu-ibunya seperti itu," ujar Jihan.

Warga yang menderita batuk karena dipengaruhi cuaca yang tidak menentu. Tim Kesehatan ACT telah memeriksa 20 warga korban bencana di daerah itu.

Tim Kesehatan ACT dengan para dokter, bidan, perawat, serta persediaan obat-obatan, juga melakukan pelayanan kesehatan secara bergerak di lokasi bencana.

Berbagai pihak memang sedang berjuang keras untuk menangani bencana alam yang melanda Kabupaten Sigi.

Para korban bencana di daerah itu diharapkan tetap memiliki kekuatan untuk keluar dari musibah yang terasa datang bertubi-tubi.
 
Rumah-rumah warga di Desa Bangga tertimbun lumpur, hanya atap rumah yang terlihat. (Antaranews/Muhammad Hajiji)


 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019