Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mengklaim kebijakan moratorium hutan hingga restorasi gambut menekan laju deforestasi di Indonesia dalam tiga tahun terakhir.

“Banyak pertanyaan muncul apa yang sudah dilakukan Indonesia sehingga bisa turun,” kata Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) R A Belinda Arunawati Margono di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan salah satu yang signifikan menurunkan laju deforestasi adalah Instruksi Presiden tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau moratorium hutan alam primer dan lahan gambut.

Selanjutnya, Belinda mengatakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyumbang perlambatan deforestasi begitu pula pengendalian kerusakan gambut atau restorasi gambut.

Pengendalian perubahan iklim termasuk didalamnya program Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Pengerusakan Hutan (Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus/REDD+).

Pembatasan perubahan Alokasi Kawasan Hutan (HPK) untuk sektor nonkehutanan, Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH/TORA), Pengelolaan Hutan Lestari, Perhutanan Sosial, serta Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), menurut Belinda, juga memberi sumbangan prositif untuk memperlambat laju deforestasi.

Hasil memantauan KLHK dengan Sistem Monitoring Kehutanan Nasional (SIMONTANA) terjadi penurunan laju deforestasi Indonesia sepanjang 2017 sampai dengan 2018 dari angka 480.000 hektare (ha) ke 440.000 ha per tahun.

Baca juga: Laju deforestasi turun menjadi 440.000 hektare per tahun


Pemantauan

Sejalan dengan hasil pemantauan tingkat nasional yang dilakukan oleh KLHK, di tingkat global, pemantauan hutan yang dilakukan oleh University of Maryland melalui Global Land Analysis and Discovery (GLAD), dan dirilis oleh Global Forest Watch serta dikutip oleh WRI Indonesia, juga mencatat bahwa telah terjadi penurunan kehilangan hutan Indonesia yang signifikan.

Namun demikian, menurut dia, GLAD mencatat dengan sistem, metodologi dan peristilahan yang berbeda dengan KLHK, dan lebih mengangkat istilah tree cover loss (tidak hanya deforestasi atau kehilangan hutan alam, namun termasuk pemanenan pada hutan tanaman).

Bila mengacu pada GLAD yang dirujuk oleh GFW atau WRI di 2018, angka hutan alam versi Indonesia (primary forest loss) 40 persen lebih rendah dibandingkan rata-rata tingkat kehilangan hutan tahunan di periode 2002-2016.

Jika dibandingkan dengan kondisi negara lain yang mempunyai hutan tropis, maka pada 2018, angka kehilangan hutan atau deforestasi Indonesia jauh lebih rendah dari negara lain. Kondisi ini diharapkan dapat terus ditingkatkan pada tahun-tahun selanjutnya, dan menjadi contoh negara lain bahwa melalui pengelolaan hutan yang baik, maka pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat seiring dengan kelestarian hutan dan lingkungan, lanjutnya.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019