Mendengar penjelasan saya dan wali kota, pak Doni Monardo waktu itu langsung mengulurkan tangan dan menyalami saya, ujarnya
Palu (ANTARA) - Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Tengah Ir Andry Novijandri menyesalkan pernyataan Wali Kota Palu Hidayat yang meminta Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola tidak terpengaruh pejabat Kanwil BPN setempat terkait penetapan lokasi hunian tetap (huntap) korban bencana alam.

"Saya tidak pernah dan tidak punya wewenang apa-apa untuk memengaruhi gubernur agar mengubah keputusan penetapan lokasi (penlok) huntap," kata Andry kepada Antara di ruang kerjanya, Kamis petang, menanggapi pernyataan Wali Kota Palu Hidayat yang ramai diberitakan media massa di Palu, Kamis.

"Kepada Pak Gub, tolong jangan lagi mau dipengaruhi Kepala Kanwil BPN Sulteng itu karena terus terang saja dia Kakanwil yang bermasalah dari Provinsi Bali," kata Hidayat usai menerima perwakilan Japan International Cooperation Agency (JICA) Tokyo Center di ruang kerja Kantor Wali Kota Palu, Selasa (7/5).

Permohonan itu disampaikan Hidayat menyusul upaya Kanwil BPN Sulteng untuk mempengaruhi Longki Djanggola merevisi Surat Keputusan Gubernur Sulteng tentang Penetapan Lokasi Hunian Tetap di Kelurahan Tondo dan Talise.

"Untuk kepentingan pengungsi yang akan menempati huntap di lokasi yang sudah ditetapkan di sana saya siap pasang badan. Saya mohon kepada Gubernur jangan lagi direvisi dan diubah lokasi huntap yang sudah ditetapkan," pintanya.

Kakanwil BPN Sulteng Andry Novijandri membantah tudingan tersebut dan mengatakan bahwa apa yang sedang terjadi ini hanya masalah sederhana yang salah persepsi, bahkan sebenarnya sudah tidak ada masalah lagi.

Andry menjelaskan, penyediaan lahan huntap untuk korban bencana alam di Kota Palu itu dibantu oleh pemerintah pusat melalui proses pengadaan lahan.

Di tengah jalan, proses pengadaan lahan untuk korban bencana di Kota Palu ini mengalami kendala karena keuangan negara sangat terbatas, sehingga otomatis harus meminta dari para pemilik tanah, di antaranya pengusaha yang memegang hak guna bangunan.

Untuk kepentingan meminta itu, kata Andry, maka diurutkan dari pemegang HGB yang paling lemah, yakni HGB-HGB yang ada indikasi terlantar dan yang sudah mati HGB-nya. HGB yang paling terlantar adalah milik PT Hasfarm di Kabupaten Sigi, dan pemilik HGB sudah menyerahkan sepenuhnya tanah itu ke pemerintah.

Di Kota Palu, lahan yang terindikasi terlantar salah satunya adalah HGB milik PT Palu Nagaya di Kelurahan Talise, Kota Palu.

Ia akhirnya berhasil melakukan negosiasi dengan PT Palu Nagaya sehingga perusahaan itu kemudian dapat mempertimbangkan lahannya 19,2 hektare untuk lokasi huntap dan diterbitkanlah Surat Keputusan Gubernur (SK) Penetapan Lokasi (Penlok).

Sertifikat di atas lahan HGB

Namun setelah dilakukan penelitian lapangan oleh satgas, ditemukan bahwa sebagian dari lahan tersebut bermasalah, karena di lokasi bagian paling utara sudah ada kavling untuk pembangunan 50 unit perumahan untuk anggota Polri dan TNI serta 18 petak lahan yang bersertifikat di atas HGB.

"Karena pak menteri (Menteri ATR/Kepala BPN) menegaskan kepada saya bahwa pengadaan tanah huntap harus free and clear (tanpa ganti rugi dan tidak berpotensi bermasalah), maka saya menetapkan agar lokasi pembangunan huntap tidak mengenai sebagian lahan yang sudah dikavling dan disertifikasi itu, agar nantinya tidak meninggalkan masalah bagi penghuni huntap," ujarnya.

Lalu, kata Andry lagi, datanglah Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia yang akan membantu pembangunan 1.000 unit huntap, sehingga lahan itu kemudian dibawa ke Kementerian PUPR yang berwenang menyusun site plan (rencana tapak) di atas lokasi HGB PT Palu Nagaya itu dengan mengeluarkan sebagian lahan yang berpotensi bermasalah.

"Namun pak Wali Kota bersikeras menetapkan lokasi itu sebagai tempat membangun huntap oleh Yayasan Budha Tzu Ci Indonesia, dan acara peletakan batu pertama dilakukan di atas lahan yang berpotensi bermasalah tersebut. Bahkan saya sendiri tidak diundang pada acara peletakan batu pertama itu," ujar Andry lagi.

Menurut Andry, dalam rapat koordinasi yang dihadiri Kepala BNPB Doni Monardo beberapa waktu lalu, Kakanwil BPN Sulteng sudah mengusulkan jalan keluar untuk mengatasi masalah itu, yakni BPN akan membatalkan 18 sertifikat lahan yang diterbitkan di atas HGB milik PT Palu Nagaya dan Wali Kota Palu Hidayat berjanji akan membatalkan SKPT (surat keterangan pemilikan tanah) yang menjadi dasar penerbitan sertifikat.

"Mendengar penjelasan saya dan wali kota, pak Doni Monardo waktu itu langsung mengulurkan tangan dan menyalami saya," ujarnya.

Jadi, kata Andry, sesungguhnya tidak ada masalah lagi dengan pengadaan lahan untuk huntap di atas HGB PT Palu Nagaya sehingga ia mengaku heran dan menyesalkan pernyataan wali kota tersebut, bahkan sampai menyebut-nyebut bahwa 'Kakanwil BPN itu adalah orang bermasalah dari Bali'.

"Saya ada masalah apa di Bali," ujarnya dengan geleng-geleng kepala.

Andry membenarkan bahwa sampai saat ini ia masih mencari cara yang paling baik dan aman untuk mengeksekusi pembatalan sertifikat-sertifikat di atas HGB PT Palu Nagaya tersebut agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019