Pelaku pasar tetap mencemaskan sikap dari Pemerintah AS atas China mengenai perdagangan yang dapat memicu kepanikan di pasar
Jakarta (ANTARA) - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir pekan ini diproyeksikan masih tertekan oleh sentimen investor yang menunggu kepastian dari pertemuan Amerika Serikat (AS) dan China, setelah ancaman Presiden Donald Trump yang akan menaikkan bea masuk produk China dari 10 menjadi 25 persen.

Tekanan dari konflik dagang yang tak kunjung berakhir itu menjadi "bayang-bayang" pergerakkan pasar saham global, termasuk Indonesia, dalam beberapa hari terakhir, karena sikap investor yang langsung mengencangkan "tali pengaman" dengan beralih ke aset-aset keuangan yang paling aman.

"Pelaku pasar tetap mencemaskan sikap dari Pemerintah AS atas China mengenai perdagangan yang dapat memicu kepanikan di pasar," kata Kepala Riset PT Valbury Sekuritas Indonesia Alfiansyah dalam risetnya, di Jakarta, Jumat.

Pada Kamis (10/5) kemarin, IHSG ditutup anjlok hingga 1,14 persen. Tidak cuma IHSG, bursa saham Asia pun berjatuhan seperti Indeks Nikkei 225 yang turun 0,93 persen, Hang Seng amblas 2,39 persen, dan Shanghai Composite ambrol 1,48 persen.

Sementara itu, pada Jumat pagi ini, IHSG dibuka menguat tipis 0,08 persen atau lima poin ke 6.203,104 dari posisi penutupan pada Kamis (10/5) di 6.198,8. Indeks kelompok saham unggulan atau LQ45 juga naik tipis saat pembukaan sebesar 1,026 poin (0,11 persen) ke 971,748.

Meski dibuka di zona hijau, IHSG di sepanjang Jumat ini memiliki probabilitas yang besar untuk tertekan, menyusul sikap pelaku pasar yang menanti-nanti hasil kunjungan Wakil Perdana Menteri China Liu He ke Washington akhir pekan ini.

Baca juga: Wakil PM China tiba di Washington untuk perundingan dagang lanjutan

Gonjang-ganjing hubungan dagang negara ekonomi raksasa dunia, AS dan China sudah mengganggu pasar dalam beberapa hari terakhir. Pelaku pasar sempat berekspektasi positif, setelah perundingan Washington dan Beijing berjalan mulus, namun ekspektasi itu sirna setelah Presiden Trump mengancam akan menaikkan bea impor untuk China.

Dalam cuitannya, Trump menuduh China melanggar janji. Oleh karena itu, dia akan menaikkan bea masuk impor produk China senilai 200 miliar dolar AS dari 10 persen menjadi 25 persen pada 10 Mei 2019.

Menyikapi ancaman AS itu, China memanaskan bara perseteruan dengan menyatakan akan melakukan serangan balik.

Dari sisi domestik, belum terdapat sentimen positif yang dapat menggugah perdagangan saham. Pelaku pasar masih menantikan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengakselerasi laju pertumbuhan ekonomi agar dapat mencapai target 5,3 persen tahun ini.

Hal itu tidak lepas dari pencapaian yang kurang bagi di kuartal I dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5,07 persen atau di bawah ekspektasi pasar dan Bank Indonesia yang sebesar 5,2 persen.

Pelaku pasar juga menantikan pengumuman kinerja neraca defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran kuartal I 2019 yang akan diumumkan Bank Indonesia pada Jumat siang.

Baca juga: Kurs rupiah dibuka menguat, namun tetap di atas ke Rp14.300

Baca juga: Wall Street ditutup turun, investor khawatir perdagangan global

Baca juga: Harga minyak "rebound," Trump hidupkan kembali harapan investor



 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019