Nikosia (ANTARA News) - Rusia menyatakan, batas waktu bagi dicapainya perjanjian mengenai masadepan provinsi Kosovo Serbia tidak mengikat dan dapat merintangi upaya untuk menemukan penyelesaian. Pembicaraan antara Serbia dan etnik Albania Kosovo, yang menginginkan kemerdekaan, gagal menghasilkan perjanjian pada batas waktu 10 Desember. Kosovo sekarang diperkirakan akan menyatakan, kemerdekaan secara sepihak, dengan dukungan Barat. Perantara EU, AS dan Rusia mengatakan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sesjen PBB), Ban Ki-moon, dalam satu laporan pada Jumat bahwa misi mereka telah gagal ketika tidak ada pihak yang ingin memberikan jalan pada masalah kedaulatan yang fundamental mengenai Kosovo. Dewan Keamanan PBB akan membahas laporan itu pada 19 Desember 2007. Rusia terus mendukung penolakan Serbia atas kemerdekaan Kosovo. "Batas waktu artifisial yang diterapkan oleh pihak luar tidak akan bekerja, dan kami yakin bahwa dalam masalah Kosovo batas waktu itu tidak mengikat," kata Menlu Rusia Sergei Lavrov dalam satu kunjungan ke Siprus. "Kami yakin bahwa tindakan sepihak, langkah yang tidak sesuai dengan hukum internasional kecuali cukup merusak hukum internasional membawa banyak risiko dan lebih banyak waktu diperlukan untuk diberikan pada perjanjian yang dapat diterima bersama," kata Lavrov. Berbicara melalui seorang penerjemah yang menerjemahkan dari bahasa Rusia ke bahasa Yunnani, Lavrov membandingkan dengan batas waktu impian khayalan yang dapat kontra-produktif. Ia merujuk pada Siprus yang terbagi secara etnik, tempat masyarakat Siprus Turki dan Yunani diminta pada 2004 untuk menyusun perjanjian penyelesaian dalam batas waktu yang ditentukan PBB. Pembicaraan berakhir dalam kegagalan. "Itu benar-benar merintangi pekerjaan nyata," kata Lavrov, setelah pertemuan dengan Menlu Siprus Erato Kozakou Markoullis. Empat atau lima dari 27 negara EU, khususnya Siprus dan Yunani, mengkhawatirkan mengenai pengakuan atas pernyataan kemerdekaan sepihak di Kosovo. Di Siprus, negara Siprus Turki yang memisahkan diri di bagian utara pulau itu, diakui hanya oleh Turki. "Preseden kemerdekaan sepihak yang akan tercipta merupakan gangguan atas sistim legalitas internasional yang ada di PBB, OSCE serta dalam politik dan sistim hukum di sekeliling dunia," kata Markoullis. Siprus terbagi dalam serangan Turki yang dipicu oleh kudeta yang diilhami oleh Yunani pada 1974. Siprus diwakili di EU oleh pemerintah Siprus Yunaninya. Seperti Kosovo, pembicaraan mengenai pulau itu acapkali terhambat oleh perselisihan kedaulatan. Konflik itu telah menyulitkan upaya Turki sendiri untuk masuk Uni Eropa, demikian laporan AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007