Ini sangat menyesatkan masyarakat. Jadi tolong rakyat jangan mau dipecah belah melalui hasutan yang salah seperti 'people power'
Banjarmasin (ANTARA) - Seorang pengamat politik berpendapat hasutan "people power" yang mengarah pada tujuan penggulingan pemerintahan yang sah adalah tindakan inkonstitusional dan dapat dikategorikan makar.

Sejumlah kalangan pun sepakat menolak keras ajakan "people power" dan kepada pelakunya dapat dijatuhi sanksi hukum. Seperti yang disampaikan pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Andi Tenri Sompa. Menurut dia, imbauan untuk "people power" tidak tepat karena akan mengancam disintegrasi negara.

"Ini sangat menyesatkan masyarakat. Jadi tolong rakyat jangan mau dipecah belah melalui hasutan yang salah seperti 'people power'," ucapnya di Banjarmasin, Jumat.

Tenri menjelaskan, istilah "people power" lebih tepat dilakukan ketika, misalnya, ada kondisi di mana negara mendapat gangguan dari luar.

"Ini kan tidak ada. Hasil pilpres juga belum selesai penghitungannya. Jadi imbauan kepada seluruh masyarakat agar jangan mau diprovokasi atau diajak aksi massa yang berujung terganggunya kamtibmas," jelas wanita berhijab yang menjadi Ketua Tim Seleksi Calon Anggota KPUD Kalsel periode 2018-2023 itu.

Dia juga menegaskan, jika Indonesia adalah negara hukum dan bagi pihak yang tidak setuju akan hasil pemilu, maka Mahkamah Konstitusi siap menerima gugatan sengketa pemilu.

"Kita harus legawa dan sama-sama menjaga komitmen memberikan kepercayaan penuh kepada penyelenggara pemilu. Maka tunggu saja hasil akhir pemilu yang kini masih terus berproses untuk rekapitulasi penghitungan suara," tegas Ketua Program Studi Magister Administrasi Pembangunan ULM itu.

Sementara pengamat sosial dari Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin Dr Irfan Noor turut mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi ajakan "people power" karena yang jadi korban adalah rakyat sendiri.

"Jangan sampai gara-gara pemilu bangsa kita terpecah-pecah. Sudah cukup tragedi kerusuhan 23 Mei 1997 di Banjarmasin dan 1998 di Jakarta. Ini semua kepentingan elite, dan rakyat hanya dijadikan alatnya. Intinya, 'people power' banyak mudaratnya daripada baiknya," jelasnya.

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin ini pun meminta para elite politik menahan diri. Bukan sebaliknya, membuat gaduh dan keresahan.

Sedangkan kepada para tokoh masyarakat dan tokoh agama agar kiranya juga memberikan pendapat yang menyejukkan hati rakyat.

"Kita harus mendorong kepada hal-hal bersifat konstitusional. Karena faktanya, semua saluran demokrasi dibuka dan disediakan oleh negara. Sekarang tinggal para elite politik mau atau tidak menggunakannya semaksimal mungkin," tuturnya.

Suara penolakan "people power" juga disampaikan Ketua Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalimantan Selatan Fazlur Rahman. Dia mengingatkan para generasi muda atau kerap disebut kaum milenial agar tidak terpengaruh ajakan inkonstitusional tersebut.

"Para pemuda jangan percaya hoaks-hoaks yang diembuskan pihak yang tak puas dengan hasil pemilu. Saya juga yakin generasi milenial sudah sangat cerdas dan cinta damai," ucapnya.

Pewarta: Firman
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019