Cilacap (ANTARA News) - Ustad Abu Bakar Ba`asyir bersama Tim Pembela Muslim (TPM), Sabtu, mengunjungi tiga terpidana mati kasus bom Bali I yakni Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Dalam rombongan itu tampak pula sahabat dan keluarga ketiga terpidana mati tersebut seperti Embay Badriyah (ibunda Imam Samudra) dan Zakiah Darajad (istri Imam Samudra). Seperti saat kedatangan keluarga Mukhlas pada 22 November lalu, maka pengamanan di Dermaga Wijaya Pura Cilacap cukup ketat. Barang bawaan yang dibawa rombongan tersebut diperiksa satu per satu, bahkan telepon seluler mereka pun harus dititipkan kepada petugas dermaga. Mereka juga hanya diperkenankan membawa satu kamera milik TPM. Tidak seperti biasanya, maka setiap orang yang akan menyeberang ke Nusakambangan dipanggil satu per satu sebelum menaiki kapal. Menurut informasi yang dihimpun ANTARA News, pengamanan tersebut dilakukan karena pihak Lapas tidak ingin "kecolongan" lagi dengan adanya kamera tersembunyi salah satu televisi swasta meski stasiun televisi tersebut telah memperoleh izin peliputan. Rombongan tersebut menyeberang ke Pulau Nusakambangan menggunakan Kapal "Pengayoman II" milik Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia sekitar pukul 08.50 WIB. Saat ditemui di Dermaga Wijayapura, Koordinator TPM Achmad Michdan mengatakan, meski merupakan kunjungan rutin, kunjungan tersebut termasuk spesial karena Ustad Abu Bakar Ba`asyir turut serta dalam rombongan. "Kami memang menjadwalkan kunjungan setiap bulan dengan membawa keluarga terpidana tersebut," katanya. Menurut dia, TPM juga memberi kesempatan kepada para ulama dan tokoh-tokoh organisasi Islam dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur seperti Ustad Abu Bakar Ba`asyir untuk mengunjungi saudara muslim yang terkena musibah. Sebagai salah satu tokoh Islam, kata dia, Ustad Abu Bakar Ba`asyir ingin mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi dengan melihat langsung termasuk memberikan tausiah kepada tiga klien TPM tersebut. "Intinya, sebagai sesama saudara muslim harus diberi kesempatan bersilaturahmi," katanya. Sementara Ustad Abu Bakar Ba`asyir mengatakan, ingin melaksanakan hadis Rasulullah Nabi Muhammad SAW untuk memperhatikan nasib sesama saudara muslim yang terkena musibah. "Kita perlu menasehati mereka agar sabar jika memang langkahnya benar dan bertobat jika langkahnya keliru," katanya. Cara keliru Ba`asyir mengatakan, tidak hanya mereka yang berada di Nusakambangan yang dikunjungi tetapi juga di Medan, Jakarta, dan Semarang. Namun yang di Bali belum sempat. Menurut dia, mereka yang terkena musibah tersebut dalam perjuangan meski ada yang langkahnya benar ataupun salah. "Saya ingin katakan kepada mereka, kalau yakin perjuangannya benar berarti harus sabar tetapi juga harus dikoreksi siapa tahu ada langkah yang keliru," kata dia menegaskan. Terkait dengan perbuatan tiga terpidana tersebut, Ba`asyir mengatakan, niat mereka benar untuk membela kaum muslim dengan tujuan melawan musuh Islam yaitu Amerika Serikat . Menurut dia, keberaniannya patut ditiru namun perhitungannya masih keliru karena menggunakan cara-cara yang perlu dikoreksi. "Kami menganggap mereka bukan teroris tetapi kontrateroris karena teroris sebenarnya adalah Amerika, Australia, dan Singapura," katanya. Ia menegaskan, mereka memang benar membela umat Islam tetapi menggunakan cara-cara yang keliru sehingga mereka saat ini melakukan puasa dua bulan untuk membayar kifarat karena ada orang-orang yang tidak berdosa menjadi korban. Menanggapi rencana eksekusi kepada terpidana tersebut, dia mengatakan, putusan Mahkamah Agung masih menyalahi aturan karena proses Peninjauan Kembali(PK) tidak dilakukan dengan benar. "Saya khawatir akan ada bencana besar di Indonesia jika mereka jadi dieksekusi karena ketiga orang ini mujahid," katanya. Menurut dia, jika ada orang Islam membunuh orang Islam yang membela kepentingan muslim, maka orang yang membunuh tersebut hukumnya murtad. Ia mengharapkan para pejabat untuk mengoreksi diri sebelum mengikuti keinginan Amerika. Mengenai keinginan ketiga terpidana mati untuk dipancung saat eksekusi, Ba`asyir mengatakan, hal itu hanya sistem saja. "Waktu dulu belum ada peralatan moderen, namun sekarang boleh ditembak," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007