Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mengubah arah kebijakan suku bunga acuan menjadi waspada, netral dan berbasiskan data, menyusul terkikisnya "ketenangan" perekonomian global yang sempat terjadi di awal tahun, dan meningkatnya eskalasi perang dagang antara AS dan China.

Sebelumnya, sejak Mei 2018, BI selalu menyuarakan kepada pasar keuangan bahwa arah kebijakan suku bunga Bank Sentral adalah "ahead of the curve" (bersifat mendahului kurva), dan "preemptive" (antisipatif). Sejak Mei 2018 itu pula, BI telah menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis poin menjadi besaran saat ini di enam persen.

"Suku bunga dengan situasi sekarang, kita karakteristiknya menjadi 'cautious' (waspada), 'neutral' (netral), berbasis data," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, setelah mempertahankan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebesar enam persen.

Setelah pertemuan penentuan kebijakan Mei 2019 ini, Perry menyebutkan ketidakpastian ekonomi global yang sebelumnya telah mereda kini kembali meningkat. Eskalasi itu disebabkan oleh memanasnya perang dagang antara AS dan China serta juga perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Perang dagang AS dan China yang kerap diwarnai adu kenaikan tarif impor ini berdampak pada kinerja perdagangan global dan juga aliran modal pada pasar keuangan.

"Kita tidak bisa menafikan perlambatan ekonomi global, perang dagang, yang berdampak ke seluruh dunia baik dari sisi perdagangan maupun sisi finansial," ujar Perry.

Menurut Perry, dengan arah atau "stance" kebijakan moneter, bank sentral akan terus mencermati dinamika pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian.

Namun, Perry juga menekankan bahwa kebijakan lainnya dari aspek moneter memiliki peluang untuk lebih akomodatif sejalan dengan rendahnya inflasi dan keinginan Bank Sentral untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Pasalnya, sepanjang kuartal I 2019, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 5,07 persen (yoy), jauh lebih rendah daripada perkiraan BI di 5,2 persen.

Oleh karena itu, kata Perry, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan di 2019 akan berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4 persen.

"Sementara arah kebijakan BI untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial tetap melonggar atau pro pertumbuhan, sementara pendalaman pasar keuangan akan ekspansif," ujarnya.

Keputusan tersebut, kata Perry, sejalan dengan upaya menjaga stabilitas eksternal perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.

Baca juga: BI kembali pertahankan suku bunga acuan, meski perang dagang memanas

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019