Ambon (ANTARA) - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) delapan dari sembilan pejabat di Maluku pada 14-17 Mei 2019, akan akan ditindaklanjuti, tetapi tidak bisa dibuka substansinya.

"Ada beberapa yang harus ditindaklanjuti, hanya saja tidak boleh disampaikan ke publik karena itu menyangkut substansi dari hasil klarifikasi," kata Koordinator Pemeriksa KPK, Nexio Helmus, di Ambon, Kamis.

Tim KPK pada 16 Mei 2019, mengklarifikasi LHKPN Kadis Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh dan Kadis ESDM Maluku, Martha Magdalena Nanlohy yang jadwalnya sebenarnya 15 Mei 2019, tetapi mengkonfirmasi menghadiri perayaan HUT pahlawan nasional Thomas Matulessy yang bergelar Kapitan Pattimura di Saparua, Kabupaten Maluku Tengah.

Sedangkan, pada 15 Mei 2019 klarifikasi LHKPN bagi Kadis PU Maluku, Ismael Usemahu, Kadis Kadis Pendidikan kota Ambon, Fahmi Sallatalohy dan mantan Kepala BPKAD kota Ambon, Jacky Talahatu.

Sebelumnya, pada 14 Mei 2019 juga hanya tiga pejabat yang melakukan klarifikasi yakni Sekda Maluku, Hamin Bin Thahir, Kadis Pendidikan, Mohammad Saleh Thio dan Sekretaris Kota Ambon, Anthony Gustaf Latuheru.

Sedangkan, Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy yang jadwalnya pada 14 Mei 2019 ditangguhkan karena ada urusan dinas di Jakarta dan sudah mengkonfirmasikan kepada tim KPK.

"Wali Kota Ambon karena masih berada di Jakarta, maka klarifikasi LHKPN dijadwalkan di kantor KPK pada 17 Mei 2019," ujar Nexio.

Disinggung klarifikasi delapan pejabat di Maluku terindikasi ada praktek KKN, dia menjelaskan tidak boleh disampaikan karena berdasarkan ketentuan perundang - undangan.

"Pastinya ditindaklanjuti dan mereka di antara sembilan pejabat nantinya akan diundang untuk proses selanjutnya, termasuk melengkapi dokumen - dokumen yang belum disampaikan," kata Nexio.

Dia juga mengemukakan, tingkat kepatuhan melaporkan LHKPN para pejabat maupun DPRD di Maluku yang sebagian besar relatif rendah.

Sebagai informasi, tingkat kepatuhan penyampaian LHKPN se- Maluku sampai dengan 31 Maret 2019 rata-rata tergolong rendah yaitu 51 persen.

Pemprov Maluku tingkat kepatuhan 21 persen, Pemkot Ambon 96,57 persen, Pemkot Tual 78,16 persen, Kabupaten Buru 64,68 persen, Kabupaten Buru Selatan 71,50 persen, Kabupaten Kepulauan Aru 31,03 persen, Kabupaten Kepulauan Tanimbar 49,06 persen, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) 3,03 persen, Kabupaten Maluku Tengah 90,72 persen, Kabupaten Maluku Tenggara 66,11 persen, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) 38,46 persen dan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) 2,11 persen.

"Tidak hanya kepatuhan eksekutif yang masih rendah. Tingkat kepatuhan legislatif di Provinsi Maluku juga masih rendah yakni 67 persen," ujar Nexio.

Rinciannya, DPRD provinsi Maluku 41,86 persen, DPRD Kota Ambon maupun Tual masing - masing 100 persen, DPRD Kabupaten Buru 79,17 persen, DPRD Kabupaten Buru Selatan 70 persen, DPRD Kabupaten Kepulauan Aru 20 persen, DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar 0 persen, DPRD Kabupaten MBD 82,35 persen, DPRD Kabupaten Maluku Tengah 70,73 persen, DPRD Kabupaten Maluku Tenggara 92 persen, DPRD Kabupaten SBB 96,67 persen dan Kabupaten SBT 48 persen.

"Kami sudah menemui Gubernur Maluku, Murad Ismael yang meminta beliau mendorong tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN dan direspon positif. Bahkan, gubernur siap menyurati para bupati maupun wali kota, termasuk mengingatkan pejabat di jajaran Pemprov Maluku agar mematuhi ketentuan tersebut," tandas Nexio.

Baca juga: KPK periksa harta kekayaan sembilan pejabat di Maluku
Baca juga: KPK klarifikasi harta sembilan penyelenggara negara di Maluku

 

Pewarta: Alex Sariwating
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019