Kupang (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari International Fund for Agricultural Development (IFAD) James Adam, mengatakan perlu pengawasan ketat dalam penerapan tarif batas atas dan tarif batas bawah tiket pesawat yang telah ditetapkan pemerintah pusat.

"Tarif batas atas dan bawah tiket pesawat sudah ditetapkan, tapi persoalannya adalah perlu pengawasan agar tidak dilanggar," kata James kepada Antara di Kupang, Sabtu.

Ia menanggapi kebijakan pemerintah yang telah penetapan tarif batas atas tiket pesawat di Tanah Air antara 12-16 persen.

Menurut James, sesuai ketentuan pemerintah bisa menetapkan kategori harga tiket pesawat, namun kebijakan tersebut tidak akan berdampak signifikan jika tidak diikuti pengawasan yang optimal di lapangan.

"Akhirnya yang terjadi semua maskapai masih menetapkan harga sendiri berdasarkan analisa untung dan rugi mereka, dengan alasan harga avtur naik karena kurs dolar meningkat dan seterusnya," katanya.

Persoalan lainnya yang perlu dicermati yakni setiap maskapai memiliki strategi sendiri ketika menjual tiket yang berdampak pada besaran harga yang sangat tidak wajar.

Untuk itu, lanjutnya, dibutuhkan ketegasan dari pemerintah dalam melakukan pengawasan. "Harus ada inspeksi, jangan hanya bersifat imbauan dan aturan semata, tapi harus inspeksi di lapangan," katanya.

Menurut James, tarif penerbangan di Tanah Air masih menjadi keluhan publik karena dinilai masih sangat mahal dibandingkan dengan penerbangan ke luar negeri.

"Misalnya kita mau terbang dengan Air Asia ke Perth, Australia, itu harganya 100 persen lebih murah dari pada Kupang-Jakarta yang mencapai Rp3 juta hingga Rp4 juta," katanya.

"Jadi paling bagus itu tingkatkan pengawasan di lapangan, sehingga kalau ditemukan ada maskapai yang bermain harga tiket mestinya langsung diberikan sanksi tegas," katanya.
Baca juga: Asita sebut tiket pesawat mahal jadi masalah serius pariwisata NTT
Baca juga: Bandara Minangkabau sepi, penumpang turun 20 persen akibat tiket mahal
Baca juga: Menguji efektivitas penurunan tarif batas atas tiket pesawat

 

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019